Page 47 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 OKTOBER 2020
P. 47

DPR sebenarnya telah memfasilitasi pembentukan tim perumus yang berisi perwakilan serikat
              pekerja dan Panja RUU Cipta Kerja DPR RI. Tim perumus ini kemudian menghasilkan empat
              kesepahaman.

              Pertama, berkenaan dengan materi muatan klaster ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja yang sudah
              terdapat putusan Mahkamah Konstitusi, tentang PKWT, upah, pesangon, hubungan kerja, PHK,
              penyelesaian  perselisihan  hubungan  industrial,  jaminan  sosial,  dan  materi  muatan  lain  yang
              terkait dengan putusan MK, harus didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat
              final dan mengikat.

              Kedua, sanksi pidanaketenaga-kerjaan dalam RUU Cipta Kerja dikembalikan sesuai ketentuan
              UU  Ketenagakerjaan  Nomor  13  Tahun  2003,  dengan  proses  yang  dipertimbangkan  secara
              saksama  Ketiga,  berkenaan  dengan  hubungan  ketenagakerjaan  yang  lebih  adaptif  terhadap
              perkembangan industri, maka pengaturannya dapat dimasukkan di dalam RUU Cipta Kerja dan
              terbuka terhadap masukan publik.

              Keempat, fraksi-fraksi akan memasukkan poin-poin materi substansi yang disampaikan serikat
              pekerja/serikat buruh ke dalam daftar inventaris masalah (DIM) fraksi.

              Pada akhirnya, kami mendapat informasi, tiga isu (PHK, sanksi pidana bagi pengusaha, danTKA)
              dikembalikan sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003. Terhadap kesepakatan ini, kami setuju. Tetapi,
              apabila informasi yang kami terima ini ternyata tidakbenar, kami pun menolak hasil kesepakatan

              Namun, masih tujuh isu yang belum bisa diterima buruh. Yang pertama, UMK bersyarat dan
              penghapusan UMSK. KSPI meminta UMK tidak diberlakukan bersyarat dan UMSK harus tetap
              ada. UMK Indonesia di tiap daerah berbeda-beda nilainya sesuai nilai kebutuhan hidup layak
              Tidak benar jika disebutkan UMK di Indonesia lebih mahal dari negara ASEAN lainnya. Apabila
              diambil rata-rata nilai UMK secara nasional, justru UMK di Indonesia jauh lebih kecil dari upah
              minimum nasional di Vietnam.

              Selain itu, para buruh meminta agar upah minimum sektoral atau UMSK harus tetap ada. Sebab,
              tidak  adil  jika  sektor  otomotif  dan  pertambangan  besar  memiliki  nilai  upah  minimum  setara
              perusahaan baju atau perusahaan kerupuk.

              Kedua, apa pun alasannya, buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 kali menjadi 25
              kali. Dalam pandangan KSPI, ketentuan mengenai BPJS Ketenagakerjaan yang akan membayar
              pesangon sebesar enam bulan upah tidak masuk akal. Dari mana sumber dananya?

              Ketiga, buruh  menolak kontrak  kerjayang  memiliki  batasan  waktu.  Sebab,  jika  ketentuan  itu
              diterapkan, buruh Indonesia tidak memiliki kepastian terhadap masa depan. Buruh tidak lagi
              memiliki  harapan  untuk  diangkat  menjadi  karyawan  tetap,  karena  pengusaha  cenderung
              mempergunakan karyawan kontrak yang bisa diberhentikan kapan saja.

              Keempat, buruh meminta outsourcing dibatasi untuk jenis pekerjaan tertentu dan tidak boleh
              seumur hidup. UU Nomor 13 Tahun 2003 telah membatasi karyawan outsourcing hanya boleh
              dipergunakan untuk lima jenis pekerjaan.

              Kelima,  buruh  meminta  waktu  kerja  tidak  diatur  fleksibel.  Sebab,  hal  ini  justru  akan
              meningkatkan jumlah pekerja informal di industri padat karya. Misalnya, pabrik boneka, sepatu,
              atau baju tidak lagi mendirikan bangunan pabrik, tetapi cukup mendirikan kantor. Pengusaha
              akan memberikan order ke masyarakat atau buruh yang bekerja dari rumah. Dengan sistem
              seperti ini, tidak ada lagi perlindungan untuk buruh.

              Keenam, perlu diklarifikasi bunyi pasal pada UU Ciptaker tentang cuti panjang sebagai hak yang
              melekat  pada  buruh.  Perihal  cutihaid  dan  melahirkan  bagi  pekerja  perempuan,  buruh  minta
              ditegaskan kembali bahwa upahnya harus tetap dibayar saat pekerjaperempuan mengambil hak
                                                           46
   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52