Page 91 - E-BOOK SEJARAH DAN BUDAYA INDONESIA
P. 91

Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri),
               wanter (berani) dan pinter (cerdas). Karakter ini telah dijalankan oleh masyarakat Sunda sejak
               zaman  Kerajaan  Salakanagara,  Kerajaan  Tarumanagara,  Kerajaan  Sunda-Galuh,  Kerajaan
               Pajajaran hingga sekarang.

                       Nama Sunda mulai digunakan oleh raja Purnawarman pada tahun 397 untuk menyebut ibu
               kota  Kerajaan  Tarumanagara  yang  didirikannya.  Untuk  mengembalikan  pamor  Tarumanagara
               yang  semakin  menurun,  pada  tahun  670,  Tarusbawa,  penguasa  Tarumanagara  yang  ke-13,
               mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Kemudian peristiwa ini dijadikan alasan
               oleh  Kerajaan  Galuh  untuk  memisahkan  negaranya  dari  kekuasaan  Tarusbawa.  Dalam  posisi
               lemah  dan  ingin  menghindarkan  perang  saudara,  Tarusbawa  menerima  tuntutan  raja  Galuh.
               Akhirnya  kawasan  Tarumanagara  dipecah  menjadi  dua  kerajaan,  yaitu  Kerajaan  Sunda  dan
               Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum sebagai batasnya


















                                                 Peta linguistik Jawa Barat

               Pandangan Hidup


                       Selain agama yang dijadikan pandangan hidup, orang Sunda juga mempunyai pandangan
               hidup  yang  diwariskan  oleh  nenek  moyangnya.  Pandangan  hidup  tersebut  tidak  bertentangan
               dengan agama yang dianutnya karena secara tersurat dan tersirat dikandung juga dalam ajaran
               agamanya, khususnya ajaran agama Islam. Pandangan hidup orang Sunda yang diwariskan dari
               nenek moyangnya dapat diamati pada ungkapan tradisional sebagai berikut:

                       "Hana nguni  hana mangke, tan hana nguni  tan  hana mangke,  aya ma beuheula aya tu
               ayeuna, hanteu ma beuheula hanteu tu ayeuna. Hana tunggak hana watang, tan hana tunggak tan
               hana watang. Hana ma tunggulna aya tu catangna." (Sanghyang Siksa Kandang Karesian)

               Artinya: Ada dahulu ada sekarang, bila tak ada dahulu tak akan ada sekarang, karena ada masa
               silam maka ada masa kini, bila tak ada masa silam takan ada masa kini. Ada tunggak tentu ada
               batang, bila tak ada tunggak tak akan ada batang, bila ada tunggulnya tentu ada batangnya.







                                                                                                           91
   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95   96