Page 96 - E-BOOK SEJARAH DAN BUDAYA INDONESIA
P. 96
Rumah adat Sunda sebenarnya memiliki nama yang berbeda-beda bergantung pada bentuk
atap dan pintu rumahnya. Secara tradisional ada atap yang bernama suhunan Jolopong, Tagong
Anjing, Badak Heuay, Perahu Kemureb, Jubleg Nangkub, Capit Gunting, dan Buka Pongpok. Dari
kesemuanya itu, Jolopong adalah bentuk yang paling sederhana dan banyak dijumpai di daerah-
daerah cagar budaya atau di desa-desa.
Jolopong memiliki dua bidang atap yang dipisahkan oleh jalur suhunan di tengah bangunan
rumah. Batang suhunan sama panjangnya dan sejajar dengan kedua sisi bawah bidang atap yang
sebelah menyebelah, sedangkan lainnya lebih pendek dibanding dengan suhunan dan memotong
tegak lurus di kedua ujung suhunan itu.
Interior yang dimiliki Jolopong pun sangat efisien. Ruang Jolopong terdiri atas ruang depan
yang disebut emper atau tepas; ruangan tengah disebut tengah imah atau patengahan; ruangan
samping disebut pangkeng (kamar); dan ruangan belakang yang terdiri atas dapur yang disebut
pawon dan tempat menyimpan beras yang disebut padaringan. Ruangan yang disebut emper
berfungsi untuk menerima tamu. Dulu, ruangan ini dibiarkan kosong tanpa perkakas atau perabot
rumah tangga seperti meja, kursi, ataupun bale-bale tempat duduk. Jika tamu datang barulah yang
empunya rumah menggelarkan tikar untuk duduk tamu. Seiring waktu, kini sudah disediakan meja
dan kursi bahkan peralatan lainnya. Ruang balandongan berfungsi untuk menambah kesejukan
bagi penghuni rumah. Untuk ruang tidur, digunakan Pangkeng. Ruangan sejenis pangkeng ialah
jobong atau gudang yang digunakan untuk menyimpan barang atau alat-alat rumah tangga.
Ruangan tengah digunakan sebagai tempat berkumpulnya keluarga dan sering digunakan untuk
melaksanakan upacara atau selamatan dan ruang belakang (dapur) digunakan untuk memasak.
Ditilik dari segi filosofis, rumah tradisional milik masyarakat Jawa Barat ini memiliki
pemahaman yang sangat mengagumkan. Secara umum, nama suhunan rumah adat orang Sunda
ditujukan untuk menghormati alam sekelilingnya. Hampir di setiap bangunan rumah adat Sunda
sangat jarang ditemukan paku besi maupun alat bangunan modern lainnya. Untuk penguat antar
tiang digunakan paseuk (dari bambu) atau tali dari ijuk ataupun sabut kelapa, sedangkan bagian
atap sebagai penutup rumah menggunakan ijuk, daun kelapa, atau daun rumia, karena rumah adat
Sunda sangat jarang menggunakan genting. Hal menarik lainnya adalah mengenai material yang
digunakan oleh rumah itu sendiri. Pemakaian material bilik yang tipis dan lantai panggung dari
papan kayu atau palupuh tentu tidak mungkin dipakai untuk tempat perlindungan di komunitas
dengan peradaban barbar. Rumah untuk komunitas orang Sunda bukan sebagai benteng
perlindungan dari musuh manusia, tetapi semata dari alam berupa hujan, angin, terik matahari dan
binatang.
96