Page 56 - E-MODUL KAPITA SELEKTA IPS
P. 56

yang dilandasi suatu kearifan dari budaya. Menurut Prof. Nyoman Sirtha dalam
                        “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali” menyatakan bentuk-bentuk kearifan

                        lokal  dalam  masyarakat  dapat  berupa  nilai,  norma,  etika,  kepercayaan,  adat-
                        istiadat,  hukum  adat,  dan  aturan-aturan  khusus.  Oleh  karena  bentuknya  yang

                        bermacam-macam  dan  hidup  dalam  aneka  budaya  masyarakat  maka  fungsinya

                        menjadi  bermacam-macam.  Nyoman  Sirtha  menjelaskan  bahwa  bentuk-bentuk
                        kearifan lokal yang ada dalam masyarakat berupa nilai, norma, kepercayaan dan

                        aturan-aturan khusus.
                        Terdapat  pendapat  lain  yang  mengklasifikasikan  kearifan  lokal  ke  dalam  dua

                        aspek (Azan, 2013) yaitu:

                           a.  Wujud Nyata (Tangible)
                               1)  Tekstual,  yaitu  aturan  yang  dituangkan  dalam  bentuk  tertulis.

                                  Contohnya, sistem nilai dan tata cara.
                               2)  Bangunan  atau  aristektual,  contohnya  terdapat  dalam  seni  arsitektur

                                  rumah adat suku-suku di Indonesia.

                               3)  Benda cagar budaya atau tradisional  (karya seni), contohnya patung,
                                  senjata, alat musik, dan tekstil.

                               4)  Kuliner
                           b.  Tidak Berwujud (intangible)

                                  Merupakan  bentuk  kearifan  lokal  yang  hanya  disampaikan  secara
                           verbal. Contohnya yaitu petuah yang disampaikan secara verbal dan seni suara

                           berupa  nyanyian,  pantun,  cerita,  serat  nilai-nilai  ajaran  tradisional  yang

                           disampaikan secara verbal dari generasi ke generasi.


                        5.3 Tri Hita Karana Menuju Kehidupan Harmoni
                               Tri  Hita  Karana  menjadi  falsafah  hidup  yang  begitu  tangguh.  Masing-

                        masing  hubungan  yang  tercipta  memiliki  pedoman  hidup  untuk  menghargai
                        sesama  aspek  sekelilingnya.  Demikian  juga,  sama  halnya  dengan  menghargai

                        Tuhan dengan selalu mengingat-Nya kapanpun dan dimanapun, menghargai alam

                        dengan tidak merusaknya dan tidak menyalahi aturan yang sudah ada, menghargai
                        sesama manusia dengan menjaga perasaan dan bersikap empati agar selalu rukun

                        dan  damai.  Prinsip  pelaksanaan  dibuat  sedemikian  rupa  hingga  seimbang  dan




                                                              52
   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61