Page 19 - Arah Baru Kebijakan Penegakan Hukum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
P. 19
Arah Baru Kebijakan Penegakan Hukum Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
A. PENDAHULUAN
Selama hampir 29 tahun Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (“UU No.5/1990”) menjadi dasar penegakan
hukum atas kasus perdagangan tumbuhan dan satwa liar dilindungi. Hingga saat ini,
kasus kejahatan terhadap satwa liar menduduki peringkat kedua dari seluruh kasus tindak
pidana lingkungan dan kehutanan yang berhasil ditangani hingga P.21 oleh Direktorat
Jenderal Penegakan Hukum (“Dirjen Gakkum”) Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan pada periode 2015 hingga 2018, yaitu sebagaimana tergambar dalam
Grafik 1.1. berikut.
1
Kerusakan Lingkungan 2
Kebakaran Hutan 3
Pencemaran LH 13
Perambahan Hutan 91
PeredaranTSL 190
Pembalakan Liar 269
0 50 100 150 200 250 300
Grafik 1.1. Total Penanganan Kasus Tindak Pidana LHK oleh
Dirjen Gakkum KLHK 2015 s.d. 2018
Terkait dengan tingginya angka kejahatan terhadap satwa liar dilindungi (untuk
selanjutnya disebut “kejahatan terhadap satwa dilindungi”), terdapat dugaan bahwa
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingginya angka kejahatan tersebut adalah
rendahnya pidana yang dijatuhkan sehingga tidak memberikan efek jera terhadap pelaku
2
kejahatan. Padahal, banyak hasil penelusuran dan investigasi yang dilakukan oleh
1 Paparan “Penegakan Hukum Tindak Pidana Tumbuhan dan Satwa Liar” yang disampaikan oleh Dulhadi,
Kasubdit Kejahatan Keanekaragaman Hayati pada Direktorat Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, pada kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun Jenis dan Bentuk Tindak Pidana
Keanekaragaman Hayati yang diselenggarakan oleh Indonesian Center for Environmental Law di Jakarta,
21 Januari 2019.
2 Pendapat mengenai perlunya batasan pidana tersebut salah satunya dilatarbelakangi oleh adanya tidak
jelasnya batasan pidana untuk pelaku. Padahal terdapat perbedaan antara aktor yang terlibat dalam
kejahatan dan dampak kejahatan tersebut. Dalam artikel tersebut, Ricardo Sitinjak juga mengemukakan
adanya kemungkinan permainan oleh aparat penegak hukum, sehingga pengaturan mengenai minimum
khusus diperlukan untuk mencegah dijatuhkannya putusan pidana yang rendah. Lihat “Kejagung Anggap
UU Konservasi Tidak Relevan dan Perlu di Revisi”,
https://sains.kompas.com/read/2018/05/02/180600523/kejagung-anggap-uu-konservasi-tidak-relevan-
dan-perlu-direvisi, diunduh pada 12 Februari 2019.
| 3