Page 21 - Arah Baru Kebijakan Penegakan Hukum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
P. 21

Arah Baru Kebijakan Penegakan Hukum Konservasi
                                                            Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya


               perkara kejahatan terhadap satwa dilindungi yang diperoleh penulis melalui penelusuran
               pada Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (“Direktori Putusan MA”)
               dan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (“SIPP”). Ketiga, dari kerangka regulasi serta
               potret putusan yang ada, penulis akan mengambil kesimpulan yang dapat diperoleh dari
               pemidanaan  kejahatan  terhadap  satwa  dilindungi  berdasarkan  penerapan  UU
               No.5/1990,  untuk  mencoba  menjawab  dugaan  pemidanaan  yang  rendah  sebagai
               penyebab angka kejahatan yang tinggi.


               B.  KERANGKA REGULASI PEMIDANAAN ATAS KEJAHATAN
                   TERHADAP SATWA DILINDUNGI

               B.1. RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

               Berdasarkan Pasal 1 butir 5 UU No. 5/1990, satwa adalah semua binatang yang hidup
               di darat, dan atau di air, dan atau di udara, sementara satwa liar berdasarkan Pasal 1
               Butir 7 UU No. 5 Tahun 1990 adalah satwa yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik
               yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Secara umum UU No.5/1990
               meletakkan arahan konservasi jenis satwa dan tumbuhan sebagai berikut:
                   a.  Pengawetan  keanekaragaman  tumbuhan  dan  satwa  beserta  ekosistemnya
                      dilaksanakan dengan menjaga keutuhan kawasan suaka alam agar tetap dalam
                      keadaan asli (Pasal 12).
                   b.  Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di dalam kawasan suaka alam dilakukan
                      dengan  membiarkan  agar  populasi  semua  jenis  tumbuhan  dan  satwa  tetap
                      seimbang menurut proses alami di habitatnya (Pasal 13 ayat (2)).
                   c.  Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di luar kawasan suaka alam dilakukan
                      dengan  menjaga  dan  mengembangbiakkan  jenis  tumbuhan  dan  satwa  untuk
                      menghindari bahaya kepunahan (Pasal  13 ayat (3)).
                   d.  Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan memperhatikan
                      kelangsungan potensi,daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
                      satwa liar (Pasal 28).

               UU No. 5/1990 kemudian menggolongkan satwa menjadi dua jenis, yaitu satwa yang
               dilindungi dan satwa yang tidak dilindungi berdasarkan bahaya kepunahan, dan populasi
               yang jarang.  Pengaturan mengenai kriteria penetapan status perlindungan tidak diatur
                          6
               secara  spesifik  dalam  UU  No.5/1990,  melainkan  pada  peraturan  turunannya.
               Berdasarkan Pasal 5 PP No. 7 Tahun 1999 tentang  Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
               Tumbuhan  (“PP  No.7/1999”)  yang  wajib  ditetapkan  dalam  golongan  yang  dilindungi
               adalah satwa yang telah memenuhi kriteria: a. mempunyai populasi yang kecil; b. adanya


               6    UU No. 5 Tahun 1990 Pasal 20 ayat (1) huruf a jo. PP No. 7 Tahun 1999 Pasal 4 ayat (1).





                                                                                           | 5
   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26