Page 60 - Arah Baru Kebijakan Penegakan Hukum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
P. 60

Merumuskan Ulang Kejahatan Terhadap Kehidupan Liar




            concursus idealis) dan mempersulit pembuktian karena jika satu unsur saja tidak terpenuhi
            maka terdakwa akan bebas. Namun, pada praktiknya semua unsur dalam pasal tersebut
            dituliskan dalam surat dakwaan dan hanya unsur pasal yang sesuai saja yang dibuktikan.
            Ketiga, ketentuan pidana pada UU No.5/1990 membedakan jenis tindak pidana sebagai
            kejahatan dan pelanggaran atas dasar unsur kesalahan (sengaja/lalai). Jika seseorang
            melakukan  kegiatan  yang  dilarang  dengan  sengaja  maka  ia  melakukan  kejahatan,
            sedangkan jika ia melakukannya karena lalai maka ia melakukan pelanggaran. Hal ini
            tentunya berakibat pada tidak bisa dilakukannya upaya paksa (penangkapan) terhadap
            seseorang yang berbuat lalai. Terlebih lagi, percobaan melakukan pelanggaran  tidak
                          68
                                                                        69
            dapat dipidana,  turut serta dan pembantuan tidak dapat dipidana,  dan jangka waktu
            daluarsa penuntutan pun lebih singkat (1 tahun).  Selain itu seseungguhnya pelanggaran
                                                      70
            tidak bisa diancam dengan pidana penjara.
            Lebih  jauh  lagi,  rumusan  kejahatan  terhadap  kehidupan  liar  dalam  UU  No.5/1990
            memang  tidak menerapkan kriminologi hijau  alih-alih keadilan spesies.  Hal ini dapat
            dilihat  dari  rumusan  pasalnya  dan  jenis  pidana  yang  diancamkan  kepada  pelaku
            kejahatan  terhadap  kehidupan  liar  yang  masih  menggunakan  pidana  penjara  dan
            denda.  Selain  itu,  UU  No.5/1990  belum  mengakomodasi  pelaku  korporasi  dan
            mengenal motivasi pelaku yang bermacam-macam.

            Sedangkan  ketentuan  pidana  pada  RUU  versi  KLHK  yang  berjudul  RUU  Konservasi
            Keanekaragam  Hayati  (KKH)  6  Oktober  2017   mengalami  banyak  perkembangan.
                                                       71
            Pertama, kejahatan terhadap kehidupan liar diatur dalam Pasal 151 RUU KKH Versi KLHK
            6  Oktober  2017  yang  dibagi  menjadi  empat  kategori,  yaitu:  kejahatan  terhadap
            kawasan, spesies, genetik, dan ekosistem. Perumusannya didasarkan pada sanksi pidana
            terberat  yang  ditempatkan  pada  ayat  pertama  dengan  mencampur  empat  kategori
            kejahatan  kehidupan  liar  tersebut  dalam  turunan  ayatnya  (huruf),  namun  tidak  ada
            penjelasan unsur pemberatnya karena disusun dengan metode norma sekunder (norma
            yang  mengandung  sanksi)  terlebih  dahulu  yang  diikuti  dengan  norma  primer  (norma
            yang mengatur perbuatan yang dilarang). Hal ini sebenarnya tidak sesuai dengan kaidah
            perumusan  unsur-unsur  pidana  sebagaimana  dijelaskan  di  atas,  seharusnya  ayat
            pertama  mengatur  kejahatan  yang  bersifat  umum  kemudian  diikuti  unsur  keadaan
            tambahan yang memberatkan pidana pada turunan ayatnya (huruf) atau ayat selanjutnya
            dengan  pengkategorian  jenis  kejahatan  (kawasan,  spesies,  genetik,  dan  ekosistem),


            68    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek van Straftrecht], diterjemahkan oleh Moeljatno, (Jakarta:
               Pradnya Paramita, 1996), ps 54.
            69    Ibid., ps 60.

            70    Ibid., ps 78.
            71    RUU KKH Versi KLHK 6 Oktober 2017, ps 151.





            44 |
   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65