Page 59 - Arah Baru Kebijakan Penegakan Hukum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
P. 59
Arah Baru Kebijakan Penegakan Hukum Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
kejahatan terhadap kawasan memiliki pengaturan tersendiri di luar UU No.5/1990.
Pengaturan kejahatan terhadap kehidupan liar dalam UU No.5/1990 menimbulkan
polemik dalam penegakan hukumnya. Pertama, pengaturan kejahatan terhadap
kehidupan liar dalam UU No.5/1990 dirumuskan dengan norma berpasangan secara
61
berjauhan (Pasal 21 jo Pasal 40 UU No.5/1990). Umumnya, teknik perumusan
ketentuan pidana dilakukan dengan cara:
1. merinci perbuatan menjadi beberapa unsur atau hanya perbuatan umum saja
62
yang dicantumkan, contohnya perumusan tindak pidana pencurian;
2. merumuskan kualifikasi tindak pidana saja atau hanya menyebutkan perbuatan
63
yang dilarang, contohnya perumusan tindak pidana pembunuhan;
3. perumusan formal adalah perumusan yang menyebutkan perbuatan yang
dianggap pokok untuk dilarang, akibat dari perbuatan tersebut tidaklah
64
penting;
4. perumusan materiel adalah perumusan yang menyebutkan akibat perbuatan
yang dianggap pokok untuk dilarang, cara terjadinya akibat tersebut tidaklah
penting.
65
Van Hattum mencatat berdasarkan Memorie van Toelichting (MvT), pembuat undang-
undang menyebutkan kualifikasi di samping penentuan unsur-unsur agar memudahkan
penyebutan tindakan yang dilarang saja. Cara-cara tersebut berguna dalam
66
merumuskan unsur-unsur tindak pidana, yang terdiri dari: 1) perbuatan, 2) keadaan yang
menyertai perbuatan, 3) keadaan tambahan yang memberatkan pidana, 4) unsur
67
melawan hukum objektif, dan 5) unsur melawan hukum subjektif.
Kedua, perbuatan-perbuatan dalam kejahatan terhadap spesies dalam UU No.5/1990
dirumuskan secara kumulatif dengan menggunakan kata hubung “dan”. Hal ini membuat
para penegak hukum kebingungan menerapkan pasal tersebut, mereka tidak dapat
menjerat pelaku yang melakukan gabungan tindak pidana (concursus realis atau
61 Norma berpasangan berjauhan merupakan perumusan norma berpasangan yang memisahkan norma
primer dan norma sekunder dalam pasal atau ayat berbeda. Hal ini umum ditemukan pada rumusan
peraturan perundang-undangan yang mengatur urusan administrasi dan tata negara. Lihat Maria Farida
Indarti S., Ilmu Perundang-Undangan, Jenis Fungsi, dan Materi Muatan, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm.
33-34.
62 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 72.
63 Ibid., hlm. 73.
64 Ibid.
65 Ibid., hlm. 74.
66 Ibid., hlm 73.
67 Ibid., hlm. 69.
| 43