Page 61 - Arah Baru Kebijakan Penegakan Hukum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
P. 61

Arah Baru Kebijakan Penegakan Hukum Konservasi
                                                            Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya


               bukan mencampur keempat jenis kejahatan dalam satu ayat. Kedua, unsur-unsur pidana
               sudah  dirumuskan  dengan  norma  berpasangan  berhimpitan  dan  bersifat  alternatif
               dengan  menggunakan  kata  hubung  “atau,”  sehingga  dalam  pembuktian  jaksa  dapat
               memilih unsur mana yang terpenuhi. Ketiga, rumusan kejahatan terhadap kehidupan liar
               telah  mencakup  kejahatan  terhadap  kesejahteraan  binatang.  Keempat,  sanksi  pidana
               bagi  penyuruh  dan  penganjur  lebih  berat  daripada  KUHP  dengan  menambahkan
               sepertiga  pidana.  Kelima,  pelaku  ekonomi  sudah  dikenal  dalam  RUU  ini,  dengan
               meminta  pertanggungjawaban  pemberi  kerja.  Terlebih  lagi,  RUU  ini  sudah  mengatur
               pertanggungjawaban  korporasi  (korporasi,  pemimpin,  personel  pengendali),  dan
               memperberat  ancaman  pidana  dengan  menambahkan  sepertiga  pidana  denda.
               Keenam, terdapat sanksi pidana tambahan bagi pelaku korporasi, termasuk namun tidak
               terbatas pada pemulihan dan kerja sosial. Namun sanksi pidana ini belum ada pada
               pelaku  perorangan.  Pelaku  perorangan  masih  diancam  dengan  pidana  penjara  dan
               denda  yang  berat  saja  tanpa  melihat  motif  mereka.  Secara  umum,  RUU  ini  dapat
               dikatakan  sudah  mulai  mencoba  mengadopsi  kriminologi  hijau  dan  keadilan  spesies
               karena sudah mulai berorientasi pada pemulihan dan melihat permasalahan kejahatan
               terhadap kehidupan liar dari kacamata yang lebih besar.

               Sementara rancangan terakhir yang dibahas oleh DPR berjudul RUU Konservasi Sumber
               Daya  Alam  Hayati  dan  Ekosistemnya  (KSDAHE)  pada  5  Desember  2017.  Pada
               rancanagan  ini  justru  terdapat  kemunduran  dalam  ketentuan  pidana  dari  rancangan
               sebelumnya  bahkan  tidak  lebih  baik  daripada  UU  No.5/1990.  Pertama,  kejahatan
               terhadap kehidupan liar hanya dibagi menjadi dua kategori, yaitu: kejahatan terhadap
               kawasan dan genetik, sedangkan kejahatan terhadap spesies tidak diatur sama sekali.
               Kedua, kejahatan terhadap kehidupan liar yang diatur hanya bersifat administratif karena
               berbasis pada izin. Ketiga, pengaturan kejahatan terhadap kehidupan liar dalam RUU ini
               dirumuskan dengan norma berpasangan secara berjauhan seperti pada UU No.5/1990.
               Keempat, RUU ini masih hanya mengakui pelaku perorangan dan ancaman pidana dan
               denda yang berat saja. Dengan demikian RUU ini belum mengadopsi kriminologi hijau
               dan keadilan spesies.

               Sebagai  tambahan,  kejahatan  terhadap  spesies  (animal  abuse)  juga  diatur  dalam
               pengaturan umum hukum pidana, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
               Namun, KUHP hanya menganggap spesies sebagai kebendaan dari manusia (peliharaan
               atau ternak).















                                                                                          | 45
   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66