Page 88 - bahan materi film sejarah berita proklamasi kemerdekaan di Indonesia
P. 88
BAHAN MATERI FILM SEJARAH
Pada saat itu juga Jepang memiliki siasat untuk merangkul pejabat
pribumi dan kaum pergerakan agar mau mendukung Jepang disetiap
langkahnya termasuk perang perang yang akan dihadapi. Beberapa cara yang
ditempuh oleh Jepang diantaranya adalah mengangkat dan menempatkan
penduduk pribumi menjadi pejabat pejabat strategis di beberapa daerah
residen, dengan begitu penduduk pribumi menganggap keikutsertaannya
dibutuhkan dan bahwa janji kemerdekaan Jepang bukanlah bualan belaka.
Di Daerah Jawa Barat sendiri Gubernur Jawa Barat Kolonel Matsui
dibantu oleh Wakil Gubernur R. Pandu Suradiningrat dan pembantu
Wakil Guberrnur Atik Suardi.7 Pada 29 April 1942, Gubernur Matsui
mengangkat beberapa orang menjadi residen. R. Adipati Aria Hilman
Djajadiningrat sebagai Residen Banten yang berkedudukan di Serang,
R.A.A. Sujadjajanegara sebagai Residen Bogor, R.A.A. Wiranatakusumah
sebagai Residen Priangan berkedudukan di Bandung, Pangeran Aria Suriadi
sebagai Residen Cirebon, R.A.A. Surjo sebagai Residen Pekalongan, dan
R.A.A. Sudjiman Martadiredja Gandasubrata sebagai Residen Banyumas.
R.A. Atma Dinata diangkat sebagai Sityo atau Wali Kota Bandung
pada April 1943. Mr. J. Ardiwinata sebagai Fukusityo atau Wakil Wali Kota
Bandung (kemudian digantikan oleh Ir. Ukar Bratakusumah) dengan Basuni
sebagai Sekretaris Wali Kota Bandung. Sementara Dr. Djundjunan diangka
sebagai Kepala Kesehatan Bandung. Sejak 8 Agustus 1942, pemerintah
pendudukan Jepang menetapkan 17 daerah pemerintahan tertinggi (Shu)
di Jawa, yakni Banten, Jakarta, Bogor, Priangan, Cirebon, Pekalongan,
Semarang, Banyumas, Pati, Kedu, Surabaya, Bojonegoro, Madiun, Kediri,
Malang, Besuki, dan Madura.
Berbeda dengan Pemerintah Hindia Belanda yang cenderung
mencurigai kaum pergerakan, pada awal kekuasaannya Pemerintah
Pendudukan Jepang malah bekerja sama. Buktinya, mereka membebaskan
para pemimpin pergerakan Indonesia yang ditawan atau dibuang oleh
Pemerintah Hinda Belanda, seperti Sukarno, Mohammad Hatta, Sjahrir.
88