Page 21 - Tokoh Pemikir Karakter Bangsa
P. 21

TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA




                “reformasi  Islam”  (biasa  disebut  sebagai  “gerakan  kaum  muda).
                Beberapa  tahun  setelah  berakhirnya  “perang  anti-belasting”  ini
                Sumatra Barat  menjadi salah satu daerah (di samping Minahasa dan
                Tapanuli  Utara—dua  daerah  Kristen)  dengan  prosentase  tertinggi
                penduduk  yang masuk sekolah.

                        Sebenarnya  sebelum  pemberontakan  itu  terjadi    seorang
                “dokter  Jawa”,  kelahiran  Minangkabau,    Dr.  A.  Rivai  telah  menjadi
                editor  Bandera Wolanda, kemudian Warta Hindia, yang diterbitkan
                di  negeri  Belanda.  Meskipun  melanjutkan  pesan  dan  himbauan
                “kemajuan”,  yang  dipelopori  Insulinde,  Rivai,  yang  sedang
                melanjutkan studi kedokterannya, melancarkan kritik sosiologis juga
                pada situasi yang masih menyelimuti  wilayah yang ketika itu dikenal
                sebagai  ”tanah  Hindia”.  Dalam  tulisan-tulisan  iapun  membagi
                masyarakat “tanah Hindia” atas dua kelompok, yaitu “kaum muda”—
                para pelopor kemajuan—dan “kaum tua”—kaum konservatif. Ia juga
                memperkenalkan  konsep  baru  tentang  kebangsawanan  dengan
                membedakan “bangsawan pikiran”— yaitu para pelopor kemajuan—
                dan  “bangsawan  darah”.  Ia  pun  mengingatkan  pula  bahwa  jika
                kemajuan   pribadi telah dicapai kesadaran sebagai seorang “Hindia”
                harus tetap  dipertahankan. Dalam konteks inilah Rivai menganjurkan
                agar “kaum muda” mendirikan organisasi demi kelancaran usaha ke
                arah semakin tercapainya hasrat “kemajuan”.
                          Terpengaruh  oleh  tulisan-tulisan  Rivai  (sebagaimana
                diungkapkannya dalam  tulisannya yang dimuat dalam   surat kabar
                berbahasa Jawa, Retno Dhumilah, yang terbit di Surakarta )  dokter
                Wahidin  Sudirohusodo  menganjurkan  hal  yang  sama.  Iapun
                mengatakan jika tidak tahu bagaimana caranya maka Dr.A. Rivai bisa
                dijadikan  sebagai  penasehat.    Begitulah,  akhirnya    atas  initiatif
                Sutomo,  mahasiswa  Stovia,  pada  tanggal  20  Mei  1908  organisasi
                modern yang pertama, Boedi Oetomo, didirikan di kalangan murid-
                murid  “sekolah  dokter  Jawa”  itu.  Tetapi  pada  bulan  September
                organisasi, yang mencita-citakan “kemajuan” bagi “bangsa Jawa” ini
                praktis diambil oleh para priyayi. Gubernur Jenderal pun menunjuk
                Bupati  Karanganjar  sebagai  ketua  pertama.  Sejak  itu  dalam



                                                                                  11
   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26