Page 23 - Tokoh Pemikir Karakter Bangsa
P. 23

TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA




                penduduk setempat  dengan pendatang yang mondar mandir  --pun
                diperkenalkan.  Dengan  membedakan  keduanya  maka  secara  tidak
                langsung perbedaan antara bangsa sendiri dengan bangsa asing telah
                diperjelas.  Dengan sikap yang telah mulai membayangkan semangat
                nasionalisme  bisalah  dipahami  juga  kalau  ketiga  pemimpin  itu
                diasingkan dari ”tanah Hindia”. Tetapi untunglah mereka bisa pergi
                ke  negeri  Belanda.  Tetapi  kalau  Tjipto,  karena  kesehatan,  harus
                kembali  ke  “tanah  Hindia”  (di  tahun  1930-an  diasingkan  ke  Banda
                Neira)  sedangkan  Douwes  Dekker  berkelana  di  Eropa  dan  bahkan
                juga  Afrika  Selatan.  Tetapi  di  negeri  yang  dipertuan  ini—Belanda--
                Suwardi mempelajari masalah dan teori pendidikan. Beberapa tahun
                kemudian ketika ia telah dibolehkan pulang iapun mendirikan sekolah
                dengan  landasan  ideologis  nasionalisme,  Taman  Siswa,  dan  iapun
                dikenal dengan nama baru,  Ki Hadjar Dewantara.

                              Tahun 1910-an adalah masa ketika para pelajar yang berasal
                dari  berbagai  daerah  mendirikan  perkumpulan  yang  mula-mulanya
                berdasarkan    solidaritas  kepulauan.  Di  masa  inilah  Jong  Java  (1915
                mula-mula bernama Tri Koro Dharmo) didirikan. Kemudian menyusul
                Jong  Sumatranen  Bond,  Jong  Celebes,  Jong  Ambon  dan  lain-lain.
                Ketika  Jong  Islamieten  Bond  didirikan  (1925)—maka  benih
                tumbuhnya  intelektual  Islam  (berlatar  belakang  pendidikan  Barat
                tetapi mendalami pengetahuan dan pemahaman tentang ajaran dan
                tradisi serta filsafat Islam) telah mulai ditanamkan.
                            Pada tanggal 28 Oktober 1928. Kongres Pemuda II diakhiri
                dengan  pernyataan yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda.
                Maka dengan begini “jalan kembali” kepada kesetiaan ke daerahan
                telah tertutup. Sejak itu “nasionalisme Indonesia” telah merupakan
                realitas yang tidak teringkari, setidaknya begitulah realitas yang hidup
                di kalangan para pembaca surat kabar  di kota-kota.

                            Dikatakan  atau  tidak  dan  langsung  ataupun  bukan    Sumpah
                Pemuda  jelas  dipengaruhi    oleh    perkembangan    pemikiran  dan
                aktivitas  organisasi  yang  mula-mula  bernama    Indische  Vereniging
                kemudian  menjadi    Indonesische  Vereniging    dan  akhirnya  (1925)
                Perhimpoenan  Indonesia–sebuah  perkumpulan  para  mahasiswa



                                                                                  13
   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28