Page 28 - Tokoh Pemikir Karakter Bangsa
P. 28

TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA



                kekuasaan yang diwarisi dan  bahkan mati terbunuh. “Revolusi sosial”
                juga  mengikis  kekayaan  para  bangsawan  dari  beberapa  kesultanan.
                Maka  mestikah diherankan kalau seketika kesempatan terbuka kaum
                bangsawan  yang  terhindar  dari  “revolusi  sosial”  yang  keras  itu
                mendirikan  apa  yang  disebut  sebagai  “Negara  Sumatra  Timur”–
                sebuah  negara  yang  didukung  oleh  pasukan  Belanda  yang  telah
                berhasil menduduki kota Medan dan sekitarnya. Di waktu ini pula di
                pantai  Utara  Jawa  Tengah  terjadi  apa  yang  disebut  “Peristiwa  Tiga
                Daerah”  (Brebes,  Pemalang,  Tegal).    Ketika  itulah    berbagai  corak
                tindakan  yang  dianggap  “revolusioner”  terjadi  pula.  Para  pejabat
                yang telah berkuasa sejak zaman penjajahan Belanda disingkirkan—
                dengan desakan atau bahkan dengan paksaan. Seperti halnya dengan
                kasus “revolusi sosial” di Sumatra Timur hanyalah ketegasan  tentara
                nasional    suasana  krisis  dengan  gaya  revolusioner  ini  akhirnya
                berhasil dihentikan.

                        Kalau  ancaman  internal  terhadap  keutuhan  Republik
                Indonesia yang baru berdiri itu  telah disinggung maka bagaimanakah
                akan terlupakan dua peristiwa yang  sampai kini terlalu enggan untuk
                terpupus  dari  sistem  ingatan  bangsa?  Pertama,  usaha  separatisme
                dan  pembangkangan  Darul  Islam,  yang  bermula  ketika  persetujuan
                Indonesia-Belanda, diawasi PBB, yang diadakan di atas kapal Renville
                (1948).  Hasil  perundingan  ini    memang  umum  dianggap  merugikan
                Republik, karena itulah Perdana Menteri Amir Syarifuddin kehilangan
                dukungan  dari  KNIP,  yang  berfungsi  sebagai  parlemen  sementara.
                Dengan  perjanjian  Renville  ini  berarti  tentara  Republik  Indonesia
                tidak  dibolehkan  berada  di  wilayah    yang  dikatakan    di  belakang
                “garis  van  Mook”.  Artinya  TNI  (pasukan  Divisi  Siliwangi)  harus
                meninggalkan  Jawa  Barat.  Tetapi    pembangkangan  Darul  Islam
                barulah  diketahui  ketika  Belanda  melancarkan  agresi  kedua
                (Desember  1948).  Ketika  pasukan    TNI  kembali    memasuki  wilayah
                Jawa Barat ternyata  bukan sambutan persahabatan yang didapatkan,
                tetapi  sikap  permusuhan  yang  diungkapkan  dengan  tindakan
                kekerasan.  Barulah  pada  awal  1960-an  masalah  D.I.  ini    boleh
                dikatakan selesai.




                18
   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33