Page 182 - Tere Liye - Bumi
P. 182

TereLiye “Bumi”   179




                         ”Buku PR matematikamu, Ra.” Seli teringat sesuatu, me­motong

                  kesenangan Ali.

                         Aku menoleh kepada Seli.


                         ”Bukankah kita bisa masuk ke dunia ini karena buku PR
                  mate­matikamu tadi?” Seli berseru. ”Kita bisa kembali lagi ke kota kita
                  dengan cara yang sama.”

                         Seli benar. Aku bergegas hendak berdiri, mengeluh. Bukankah
                  buku itu tadi tertinggal di kamar si kecil? Karena  kami telanjur kaget.
                  Aduh, bagaimana mengambilnya sekarang?


                         Ali membuka tas ranselnya. ”Aku sudah membawanya, Ra.”

                         Aku dan Seli menghela napas lega.


                         ”Aku khawatir, kalian akan meninggalkan banyak benda jika tidak
                  ada yang berpikir dua langkah ke depan.” Ali tersenyum bangga.

                         Aku menerima buku PR matematika dari Ali. Semangat
                  me­letak­kannya di lantai kayu, menelan ludah, menatap buku itu,
                  bersiap. ”Ayo, bersinarlah lagi,” aku berbisik.


                         Satu menit berlalu tanpa terjadi sesuatu.

                         ”Sayangnya, buku ini hanya buku biasa sekarang, Ra.” Ali
                  meng­embuskan napas pelan. ”Aku sudah memikirkan kemungkin­an itu
                  tadi, sempat mengintip ke dalam tas ransel saat kita ber­ada di atap
                  bangunan balon. Buku ini tidak mengeluarkan sinar apa pun lagi.”


                         Lengang. Buku itu tergeletak di lantai. Gambar bulan  sabit di
                  sampulnya tidak bersinar.


                         Seli menatap amat kecewa. ”Bagaimana kita pulang, Ra?”

                         Aku menatap Ali. Dia si geniusnya.


                         Ali bangkit berdiri. ”Kita akan menemukan caranya. Mungkin tidak
                  malam ini. Tapi cepat atau lambat kita akan menemukan cara­nya. Setiap
                  ada pintu masuk, selalu ada pintu keluar.”






                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   177   178   179   180   181   182   183   184   185   186   187