Page 186 - Tere Liye - Bumi
P. 186

TereLiye “Bumi”   183




                         Ali memamerkan pakaian yang dia kenakan. Tidak ada lagi seragam

                  sekolah kotornya. Ali juga memakai sepatu baru. Seperti sepatu boot
                  hitam setinggi betis.

                         ”Ini tidak seaneh  seperti yang kamu lihat,” Ali meyakin­kan.
                  ”Bahkan sebenarnya pakaian ini nyaman. Aku bisa bergerak bebas. Lihat.
                  Sepatunya juga amat lentur, seperti tidak memakai sepatu. Aku bisa
                  menekuk jari kaki dengan mudah. Mungkin komposisi warnanya terlihat
                  aneh. Orang­orang  di dunia ini sepertinya suka sekali warna gelap, tapi
                  itu bukan masalah. Kamu tahu, Ra, tidak ada yang  lebih penting dari
                  pakaian selain nyaman dipakai. Peduli amat dengan selera warna orang
                  lain.”


                         Aku mengembuskan napas. Sepertinya Ali sudah menyesuai­kan
                  diri dengan cepat  di dunia lain ini.  Dan sejak kapan dia peduli soal
                  pakaian? Bukankah selama ini di sekolah dia selalu datang berantakan?

                         Seli bangun mendengar percakapan kami. Aku menyapanya. Seli
                  menjawab pelan.  Wajahnya masih kusam. Sepertinya  dia lebih suka

                  semua ini hanya mimpi buruk, terbangun di kota kami, dan semua mimpi
                  buruknya hilang. Tapi mau  bagaimana lagi? Bahkan aku  tadi bangun,
                  langsung harus melihat Ali yang tiba­tiba memperagakan pakaian,
                  bergaya.

                         Pintu bulat kamar ke arah lorong diketuk dari luar.


                         Kami bertiga saling tatap.

                         ”Apakah kalian sudah bangun?” terdengar suara ramah.


                         Aku menjawab. ”Ya. Kami sudah bangun.”

                         ”Apakah aku boleh masuk?”


                         Aku menjawab pendek, ”Ya.”

                         ”Siapa, Ra?” Seli berbisik, tidak mengerti percakapan.


                         Pertanyaan Seli terjawab sendiri saat ibu si kecil mendorong pintu
                  bulat. Dia tersenyum ke arah kami. ”Bagaimana tidurnya? Nyenyak,
                  bukan?”





                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   181   182   183   184   185   186   187   188   189   190   191