Page 332 - Tere Liye - Bumi
P. 332

TereLiye “Bumi”   329




                         Aku dan Seli mengangguk, juga segera berkemas.


                         Tidak banyak yang kami siapkan, hanya berganti pakaian, memakai
                  sepatu, lantas mengenakan sarung tangan pemberian Av. Ali muncul tiga
                  menit kemudian dengan tas ransel di pung­gung dan gulungan kertas di
                  tangan.


                         ”Apa itu, Ali?” Seli bertanya.

                         ”Peta gedung perpustakaan. Aku robek dari salah satu majalah Ilo,
                  yang memuat liputan khusus seluruh bagian gedung untuk pengunjung.
                  Kalian tidak memikirkan ada berapa puluh ruangan di sana, bukan?
                  Ratusan lorong yang meng­hubung­kan ruangan? Tanpa peta, jangankan
                  menemukan Miss Selena, kita akan tersesat bahkan persis saat tiba di
                  Bagian Terlarang.”


                         Aku dan Seli saling lirik. Jangan­jangan sejak lahir Ali me­mang
                  sudah terbiasa berpikir dua langkah ke depan.

                         Kami bertiga membuka pintu dengan pelan, lantas berjalan
                  menuruni anak tangga tanpa suara. Itu mudah dilakukan karena seluruh
                  pakaian dan sepatu yang ada di rumah Ilo adalah jenis terbaru dan paling
                  maju teknologinya. Kami bisa berjalan tanpa suara sama sekali.


                         Nyala api di perapian redup, menyisakan bara merah.


                         Ali meraih beberapa kayu bakar, meniup­niup, membuat nyala
                  apinya kembali besar.

                         ”Setidaknya apinya tetap hidup hingga dua­tiga jam ke depan. Kita
                  tidak bisa kembali ke perapian ini jika apinya padam. Tanpa mengetahui
                  perapian di rumah lain, kita akan terkunci di Bagian Terlarang,” Ali
                  menjelaskan.


                         Ali menghela napas. ”Tapi sebenarnya ada yang aku cemas­kan.”

                         Aku dan Seli menatap Ali.


                         ”Bagaimana jika ternyata perapian tujuan kita telah padam? Sudah
                  tiga jam lalu Av  dan Tog melintasinya. Jika padam,  lorong  api ini
                  tertutup.”





                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   327   328   329   330   331   332   333   334   335   336   337