Page 337 - Tere Liye - Bumi
P. 337

TereLiye “Bumi”   334




                         Kami bergerak cepat, gesit melintasi serakan buku dan kayu.

                  Sepatu yang dipinjamkan Ilo amat berguna untuk bergerak cepat tanpa
                  suara. Kami berhenti sejenak di depan pintu dekat meja besar. Napasku
                  semakin cepat. Aku harus bisa mengendalikannya, diam sebentar.

                         ”Kamu masuk, terus berlari hingga ujung lorong, Ra. Abaikan dua
                  pintu lain di sisi kanan. Ruangan pertama yang akan kita periksa ada di
                  ujung, Bagian Koleksi Flora Fauna,” Ali memberi instruksi.


                         Aku mengangguk. Aku sudah siap memasuki lorong kedua.
                  Mendorong pelan pintu, mengintip, kembali memastikan di depan aman.
                  Lantas bergerak cepat melintasi lorong yang re­mang. Peta yang dipegang
                  Ali akurat. Ada dua pintu di sisi ka­nan, aku terus bergerak maju. Lima
                  belas meter melintas, aku tiba di pintu yang disebutkan Ali. Tapi tidak
                  ada lagi daun pintunya, sudah hancur terpelanting di dalam ruangan.
                  Aku refleks meng­hentikan gerakanku, berdiri merapat ke dinding, tidak
                  mengira daun pintunya tidak ada. Kuangkat tanganku, ber­siap menyerap
                  cahaya jika terjadi sesuatu.


                         Lengang.

                         Ruangan di depan  kami juga kosong.  Gelap. Sepertinya se­luruh
                  jaringan listrik di  gedung padam. Ini ruangan pertama  yang menurut
                  perhitungan Ali kemungkinan besar  tempat me­nahan Miss Selena.
                  Ruangan ini sama besarnya dengan Bagian Terbatas. Aku melangkah
                  maju, hendak memeriksa, kemudian segera mematung. Aku hampir
                  berseru tertahan, tapi segera me­nutup mulut dengan telapak tangan.


                         ”Ada apa, Ra?” Ali bertanya, dia sudah tiba di belakangku.

                         Aku gemetar menunjuk lantai pualam.


                         Di    depan     kami,     bergelimpangan        tubuh      anggota     Pasukan
                  Bayang­­an. Tewas. Ini pemandangan  mengenaskan. Seli meng­angkat
                  tangan, membuat cahaya redup untuk melihat seluruh ruangan lebih
                  baik. Anggota  pasukan yang tergeletak di lantai mengenakan simbol­
                  simbol seperti yang dipakai Panglima Timur. Mungkin ini anggota
                  pasukannya yang tewas saat membantu Av, belum dievakuasi, atau
                  senggaja dibiarkan oleh Pasukan Bayang­an lain yang memihak Tamus.







                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   332   333   334   335   336   337   338   339   340   341   342