Page 341 - Tere Liye - Bumi
P. 341

TereLiye “Bumi”   338











                                KU menelan ludah. Langkahku terhenti. Ruangan di depan
                  kami tidak gelap.


                         Aku membuka pintu lebih lebar, mengintip, mengangkat tanganku.
                  Ruangan itu luas sekali, dengan meja­meja besar dan sofa­sofa panjang.
                  Lampu kristalnya  menyala terang.  Tidak hanya satu atau dua, tapi
                  belasan lampu kristal. Aku mendorong pintu lebih lebar lagi, kosong,
                  tidak ada siapa­siapa di ruangan itu.

                         Keterangan di peta Ali tidak keliru. Ruangan ini indah sekali. Lantai
                  pualamnya dilukisi  simbol­simbol besar. Langit­langitnya dari potongan

                  kaca kecil warna­warni. Ruangan ini utuh. Tidak ada satu pun buku yang
                  jatuh ke lantai, tetap berbaris rapi di lemari tinggi yang menyentuh langit­
                  langit. Sejauh mata me­mandang hanya buku yang terlihat.

                         Aku melangkah hati­hati, masih berjaga­jaga. Maju perlahan,
                  memeriksa semua kemungkinan. Tapi ruangan itu memang kosong. Tidak
                  ada siapa­siapa.


                         Seli dan Ali menyusul setelah aku memberi kode. Mereka berdua
                  juga terpesona menatap ruangan. Kami belum pernah  menyaksikan
                  ruangan perpustakaan senyaman dan seindah ini. Seperti berada di
                  rumah sendiri, dengan koleksi buku tidak akan habis dibaca sepanjang
                  umur.

                         ”Perapiannya” Seli berbisik, menunjuk ke depan.


                         Aku bergegas melangkah ke arah yang ditunjuk Seli.

                         Salah satu dari empat perapian di ruangan itu masih menyala. Di
                  atas sofa dan meja dekat perapian ada sisa makanan dan minuman. Juga
                  tetes darah di lantai pualam.


                         ”Ada anggota Pasukan Bayangan di tempat ini beberapa jam lalu.”
                  Ali mengangkat salah satu gelas,  memeriksa sebentar, kemudian
                  berjongkok, memperhatikan bercak darah.





                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   336   337   338   339   340   341   342   343   344   345   346