Page 338 - Tere Liye - Bumi
P. 338

TereLiye “Bumi”   335




                         ”Baik, kita coret ruangan ini.” Ali membuka petanya lagi,

                  men­dekatkannya ke tangan Seli yang bercahaya.

                         Aku masih berdiri dengan napas tertahan.


                         ”Kita harus menuju sudut ruangan, Ra. Ada pintu di dekat tiang
                  yang roboh di sana, lorong berikutnya.” Ali menatapku.

                         Aku menelan ludah. Itu berarti kami  harus melewati hampar­an
                  lantai yang dipenuhi korban pertarungan selama 36 jam terakhir. ”Kita
                  harus melewati tubuh mereka?”


                         ”Tidak ada jalan lain. Itu satu­satunya lorong menuju ruangan
                  kedua.” Ali menggeleng.

                         Aku mengepalkan tangan, berusaha meneguhkan hati. Melewati
                  tumpukan buku di atas lantai saja tidak mudah, apa­lagi harus melewati
                  tubuh anggota Pasukan Bayangan yang tewas.


                         Aku menggigit bibir, segera bergerak secepat mungkin. Berlari di
                  sela­sela tubuh dingin tak bergerak, ini horor. Dua puluh me­ter, aku tiba
                  di seberang, segera berpegangan ke dinding di dekat tiang roboh. Tadi
                  beberapa kali aku tidak sengaja menginjak tubuh mereka. Seli juga
                  menahan napas saat tiba di se­belahku. Wajah­nya pucat. Hanya Ali yang
                  segera membuka kem­bali peta­nya, memeriksa arah kami.


                         ”Kamu masuk ke lorong, Ra. Ada persimpangan di depan, ambil
                  segera yang kanan. Terus lurus, kita akan menemukan pintu menuju
                  ruangan kedua yang harus kita periksa, ruangan Bagian  Koleksi Anak­
                  Anak.”

                         ”Apakah      kita    akan     menemukan         ruangan      dengan      korban
                  per­tempuran lagi, Ali?” Napasku  menderu. Aku berusaha lebih
                  ter­kendali.




                         ”Aku tidak tahu.”  Ali menatapku, berusaha bersimpati. ”Se­luruh
                  ruangan jelas telah menjadi arena pertempuran. Setidak­nya, kita tidak
                  menemukan satu ruangan penuh dengan anggota Pasukan Bayangan
                  yang masih hidup. Itu lebih rumit.”





                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   333   334   335   336   337   338   339   340   341   342   343