Page 37 - Tere Liye - Bumi
P. 37

TereLiye “Bumi”   34




                         ”Nanti­nanti, kalau Ra sudah besar  dan bisa mengurus kucing

                  peliharaan sendiri, baru boleh,” Mama tegas berkata, dan itu berarti tidak
                  bisa ditawar­tawar lagi.

                         Tiga tahun berlalu  sejak kejadian itu.  Persis ulang tahunku yang
                  kesembilan, kucing ”kembar” itu hadir di rumah kami.


                         Aku yang tahu  hari itu ulang tahunku berseru­seru riang
                  me­nuruni anak tangga. Sambil mengucek mata, me­nguap, masih ileran,
                  rambut panjang berantakan, aku berteriak­teriak, ”Mama! Papa! Ra ulang
                  tahun. Mana hadiahnya?”

                         Mama dan Papa yang sudah bangun lebih awal tertawa.  Mereka
                  menungguku di meja makan sejak tadi. Aku ikut tertawa demi melihat
                  tumpukan kotak hadiah di lantai. Aku langsung loncat bersemangat.


                         Ada enam kotak hadiah—dua dari Papa dan Mama, yang lain dari
                  saudara dekat dan tetangga. Persis saat aku selesai mem­bongkar kotak
                  keenam dan tertawa membentangkan  sweter hi­jau, bel rumah ditekan
                  seseorang, bernyanyi nyaring.

                         ”Biar Ra yang buka.” Aku beranjak berdiri—siapa tahu itu kadoku
                  yang ketujuh.


                         ”Sejak kapan Ra  mau disuruh membukakan pintu kalau ada
                  tamu?” Mama tertawa, menggoda. ”Yang ada malah berteriak­teriak
                  menyuruh orang lain.”


                         Aku menjulurkan lidah. ”Biarin. Hehe.” Aku berlari­lari kecil ke
                  pintu de­pan.

                         Dugaanku tepat, itu kado ketujuh. Kado paling spesial. Di dalam
                  kardus berwarna pink, beralaskan talam lembut, ditutup kain sutra,
                  hadiah ulang tahunku menunggu. Saat aku membuka kain sutra tipis,
                  dua anak kucing  berbulu tebal terlihat mengeong tidak sabar, saling
                  gelitik, bermain satu sama lain. Aku sungguh kehilangan ekspresi terbaik,
                  tidak bisa ber­kata­kata lagi. Aduh, dua anak kucingnya lucu sekali. Mata
                  mereka bundar bercahaya, bulunya lebih  lebat daripada yang bisa
                  kubayangkan. Dua anak kucing anggora usia dua minggu. Kedua­nya
                  tampak mirip. Warna bulu mereka hitam dengan bintik­bintik putih, atau






                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42