Page 41 - Tere Liye - Bumi
P. 41

TereLiye “Bumi”   38




                  sekolah. ”Ayo, Mama tunggu lima belas menit di garasi, sekalian Mama

                  membereskan garasi. Kalau kamu tidak siap­siap juga, Mama tinggal.”

                         ”Iya, Ma,” aku menjawab pelan.


                         ”Dan satu lagi. Bermain kucingnya bisa nanti­nanti. Si Putih atau si
                  Hitam kan bisa main sendiri. Dari tadi kucingnya di­gendong, dibawa ke
                  mana­mana.” Mama menunjuk kucing yang masih kugendong.

                         Aku menelan ludah, mengangguk.


                         Punggung Mama hilang dari bingkai pintu, turun ke lantai satu
                  menuju garasi.

                         Sekarang suasana hatiku benar­benar berubah. Suram.


                         Separuh hatiku sedih karena si Hitam tetap tidak berhasil
                  ku­temukan setelah hampir setengah jam memeriksa rumah—aku mulai
                  cemas jangan­jangan si Hitam kenapa­napa, separuh hatiku bingung
                  dengan semua pemikiran baru yang ber­kembang di kepalaku. Bagaimana
                  mungkin kucing itu hanya satu?  Aku sendiri yang setiap hari
                  menyusuinya dengan botol susu hingga usia beberapa bulan, memberikan
                  piring berisi makan­an, me­mandikannya, mengeringkan bulunya,
                  menyisir bulu­nya. Mama pasti keliru.


                         ”Kamu lihat si Hitam tidak, Put?” aku berbisik.

                         Kucing yang kugendong hanya mengeong pelan. Mata bulat­nya
                  terlihat bercahaya seperti biasa, manja menyundul­nyundul­kan
                  kepalanya ke lenganku.


                         ”Sungguhan tidak lihat?” Aku mengelus kepalanya.

                         Kucing yang kugendong tetap mengeong pelan.


                         Baiklah. Aku menghela napas, meletakkan si Putih di lantai,
                  beranjak merapikan isi lemariku yang tadi kubongkar. Aku me­masukkan
                  kembali kotak berwarna pink yang enam tahun lalu tergeletak rapi di
                  depan pintu rumah kami, tanpa pernah tahu siapa yang mengantarnya,
                  tidak ada siapa­siapa di halaman, tidak ada kurir atau  petugas yang
                  mengantarkan kotak itu.





                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46