Page 64 - Tere Liye - Bumi
P. 64
TereLiye “Bumi” 61
menyunggingkan senyum sepanjang pelajaran. Dia lebih banyak
memperhatikan wajah Mr. Theo lantas mengangguk sok paham dibanding
menyimak penjelasan. Dua kali Seli salah paham, sok siap maju ke depan
kelas padahal belum dipanggil. Teman sekelas ramai tertawa, Seli hanya
cemberut kembali ke bangku.
Aku juga suka pelajaran ini, juga pelajaran sejarah, tapi jerawat
sialan di jidat membuatku tidak konsen. Meskipun Seli sejak dari kantin
berkalikali menyikut, berbisik, ”Jangan dipegangpegang, Ra. Nanti
menular ke pipi, dagu, hidung, ke manamana,” aku tetap saja refleks
memegang jerawat itu. Rasanya ingin kupencet kuatkuat. Ini situasi
yang menyebalkan, belum lagi aku satu kelompok dengan Ali
mementaskan drama. Si biang kerok itu berkalikali sengaja menunjuk
jidatku dengan ujung bibirnya.
Bel pulang berbunyi nyaring. Mr. Theo menutup pelajaran dengan
mengajak kami bertepuk tangan, mengapresiasi pentas drama amatiran di
depan kelas barusan. Temanteman bergegas membereskan buku dan tas.
Aku melangkah malas kembali ke meja. Hari yang buruk, sekali lagi
aku refleks menyentuh jerawat besar di jidat, mengeluh dalam hati,
janganjangan duatiga hari ke depan aku akan terus berurusan dengan
jerawat ini—hingga kempis dan hilang sendiri.
Aku sama sekali belum menyadari, justru garagara jerawat batu
inilah terjadi sesuatu yang mencengangkan beberapa jam ke depan.
http://pustaka-indo.blogspot.com