Page 122 - TOKOH-TOKOH NASIONAL
P. 122
Selama bulan Agustus hingga akhir November 1945,
Surabaya dilanda ketidakjelasan. Kendati telah memiliki
pemerintahan sah, Sekutu telah menginstruksikan Jepang agar
tetap memegang kendali atas kekuasaan; bahwa mereka harus
menguasai senjata perang untuk nantinya diserahkan pada pihak
Sekutu. Ini berarti, Indonesia, khususnya Surabaya, diperlakukan
sebagai invetaris mati; dulu jajahan Belanda, kemudian Jepang,
lalu akan diserahkan kembali sebagai jajahan Belanda. (Abdulgani,
seratus hari di Surabaya. 1994:8).
Kiprah Roeslan Abdulgani pada masa Pertempuran Surabaya
dimulai ketika beliau didaulat oleh Gubernur Soerjo untuk menjadi
stafnya sehari-hari. Beliau dan beberapa tokoh lain seperti Mr.
Dwisewojo dan Bambang Soeparto didaulat menjadi staf, sedangkan
Doel Arnowo diminta mendampingi Gubernur Soerjo sehari-hari.
Tugas pertama kala itu adalah memanggil semua Residen di Jawa
Timur beserta stafnya untuk rapat di kantor Gubernuran guna
memecahkan beberapa masalah ekonomi. Bersamaan dengan itu,
pasukan Inggris (Brigade ke-49) yang berjumlah enam ribu prajurit
dipimpin oleh Brigadir A,W,S Mallaby telah mendarat di Tanjung
Perak.
Dalam diplomasi yang terjadi di masa Pertempuran Surabaya,
Roeslan beberapa kali mendapat mandat yang cukup berat. Pada
diplomasi pertama yang dipimpin langsung oleh Ir. Soekarno,
Roeslan dipercaya menjadi penghubung antara jalannya diplomasi
dan pemimpin-pemimpin perang di jalanan Surabaya. Tugasnya
adalah menyampaikan jalannya perundingan yang berlangsung di
dalam kantor Gubernuran. Diplomasi ini sendiri terjadi setelah
pihak tentara Sekutu merasa kesulitan untuk meredam massa yang
mulai mengepung markas-markas mereka yang ada di Surabaya.
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya | 120