Page 15 - TOKOH-TOKOH NASIONAL
P. 15
tuanya. Terbesit harapan Soekemi agar anaknya tidak terpengaruh
budaya barat selama belajar di HBS.
Pengaruh dan pengajaran yang diterapkan oleh Tjokroaminoto
diharapkan mampu memberikan kesadaran tentang Nasionalisme
dalam diri Soekarno. Soekarno hanyalah remaja yang gemetar saat
berangkat ke Surabaya meninggalkan kotanya, orang tuanya,
kakaknya, dan teman-temannya. Ketika kakinya hendak menapak
ke dalam gerbong kereta api uap di Stasiun Mojokerto, air matanya
mulai meleleh. Seokarno berangkat ke Surabaya satu tahun setelah
lulus dari Europeesche Lagere School (ELS) di Mojokerto sebuah tas
kecil dengan sedikit pakaian menjadi kawan dalam langkah awal
pada babakan baru Soekarno di Surabaya. (Buku Itahani Johan
Pradana “Rumah Guru Bangsa”)
Sekalipun semua kamar sama buruknya, anak-anak yang
datang lebih dulu memperoleh kamar yang lebih baik, kamarku
tidak pakai jendela sama sekali dan tidak berpintu. Kamar itu
sangat gelap, sehingga aku terpaksa menyalakan lampu terus-
menerus, bahkan juga di siang hari. Di duniaku yang gelap ini
terdapat sebuah meja reyot tempatku menyimpan buku, sebuah
kursi kayu, sangkutan baju dan sehelai tikar pandan. Tidak ada
kasur dan tidak ada bantal.
Surabaya di waktu itu sudah mengenal gemerlapnya lampu
listrik. Setiap kamar mempunyai stop kontak dan setiap anak kos
membayar ekstra untuk memakainya. Hanya kamarku yang tanpa
penerangan listrik. Aku tidak punya uang untuk membeli bohlam.
Aku belajar sampai jauh malam dengan memakai pelita. Bahkan
aku tidak mampu membeli kelambu untuk menutupi tempat tidur
supaya terhindar dari nyamuk. Kamar itu kecil seperti kandang
ayam. Tidak ada udara segar dan menjadi sarang serangga tetapi
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya | 13