Page 61 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 61

menggunakan  semua  gaya  bahasa  ini  dari  awal  hingga  akhir.  Misalnya,  majas

                        personefikasi banyak digunakan dalam menggambarkan suasana hati Laila, Saman,
                        dan  Shakuntala.  Dalam  hal  ini,  tone  yang  digunakan  Ayu  lebih  kepada  bahasa

                        istilah asing seperti kata highlight, chestnut, oil service, head office, run tool, lumen

                        de  lumine,  company  man.  Atau  istilah  kedaerahn  seperti  lele  lela  ledhung,  dan
                        lainnya.

                             Simbolisme  memiliki  kesejajaran  dengan  tema.  Simbol-simbol  yang
                        kerapkali muncul pada alur cerita novel Saman adalah pemikiran yang sejalan di

                        antara  keempat  tokoh  perempuan  seperti  Laila,  Shakuntala,  Yasmin,  dan  Cok.

                        Dalam  hal  ini,  pengarang  menghadirkan  pengungkapan  dalam  sudut  pandang
                        perempuan tentang seksualitas laki-laki. Simbol-simbol itu seperti adanya sebuah

                        hegemoni  perempuan  atas  seksualitas  laki-laki  yang  dilakukan  oleh  Laila,
                        Shakuntala, Yasmin, dan Cok.

                             Berdasarkan ironi dramatis, pengarang memberikan penilaian terhadap para
                        tokoh dalam Saman bahwa dalam kehidupan tidak ada manusia yang sempurna.

                        Pengarang menyiratkan kepada pembaca bahwa dalam diri manusia ada sisi gelap

                        yang bersifat kasat mata jika belum dikuak atau terkuak. Bisa jadi, keenam tokoh
                        di atas dalam pandangan masyarakat dapat dinilai sebagai individu-individu yang

                        menjalani hidupnya dengan citra positif. Namun dibalik semua yang ditampilkan
                        itu terdapat sisi gelap yang tak pernah diketahui masyarakat.


                        Ulasan:
                             Dengan  mengangkat  peristiwa  tindak  kekerasan  pada  Upi  dan  bentuk

                        subordinasi  gender patriarkhi pada Laila dengan klausa  “urusan laki-laki” yang

                        diucapkan  Saman,  menunjukkan  Ayu  Utami  adalah  seorang  novelis  beraliran
                        feminis radikal. Brownmiller (2005) berpendapat bahwa feminisme radikal sebagai

                        penganut  teori  konflik  yang  muncul  akibat  dari  reaksi  budaya  sexism  atau
                        diskriminasi sosial berdasarkan jenis kelamin. Aliran feminis radikal adalah sebuah

                        gerakan  perempuan  melawan  kekerasan  seksual  dan  pornografi,  termasuk
                        perlawanan  terhadap  ideologi  patriarki  yang  masih  dipertahankan  dalam








                                                                                                     56
   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66