Page 142 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 142

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                                    Di  mana  ada  komunitas  Muslim,  apalagi  dalam  jumlah  yang  siginifikan,  di
                                    situ pasti dibangun mesjid dan lembaga pendidikan yang disebut madrasah
                                    atau pesantren. Islam adalah agama kitab yang mewajibkan pemeluknya bisa
                                    membaca dan menulis, khususnya menggunakan aksara Arab. Kewajiban
                                    itu berlaku bagi segenap pemeluk Islam, tua muda, lelaki dan wanita, dari
                                    segala lapisan masyarakat. Itu membuat tradisi keterpelajaran dan baca-tulis
                                    dalam Islam berkembang pesat. Suburnya pertumbuhan tradisi baca tulis pada
                                    gilirannya berdampak bagi perkembangan sastra. Sedini awal abad ke-15 M,
                                    ketika hegemoni peradaban Hindu dan kekuasaan politik masih berada dalam
                                    genggamam penguasa Majapahit, telah muncul teks Islam tertua dalam bahasa
                                    Jawa. Teks yang dikenal dengan sebutan  Kropak Ferrara  itu memuat ajaran
                                    Maulana Malik Ibrahim, wali pertama dari jajaran Wali Sanga, Dia wafat pada
                                    tahun 1419 M. Bentuk nisan dan tulisan pada makamnya sama dengan bentuk
                                    nisan dan tulisan pada makam Ratu Nahsrisyah (w 1424 M) dari Samudra Pasai.
                                    Setelah ditelusuri sejarahnya ternyata keduanya masih bersaudara. Tidak heran
                                    bahwa Islam yang diajarkan oleh Maulana Malik Ibrahim dalam kitabnya itu
                                    merujuk pada ajaran tasawuf  Imam al-Ghazali dan  fiqih mazhab Syafii, yang
                                    sebelumnya telah diajarkan di Samudra Pasai. 4


                                    Sastra Islam mulai tumbuh dengan suburnya pada awal abad ke-16 M bersamaan
                                    waktu dengan berdirinya kesultanan Demak dan semakin besarnya pengaruh
                                    politik serta budaya para saudagar Muslim. Karya-karya awal yang menandai
                                    munculnya sastra Islam Jawa itu adalah puisi-puisi suluk atau syair-syair tasawuf
                                    karangan    karangan  para  wali  dan  pemuka  Islam  seperti  Sunan  Bonang,
                                    Sunan Kalijaga, Sunun Gununjati, Sunan Drajat, Sunan Panggung, Ki Ageng
                                    Sela, dan lain-lain.  Dari teks-teks puisi Jawa abad ke-16 itu kita juga melihat
                                                      5
                                    bukti bahwa hikayat-hikayat Melayu Islam telah dikenal oleh kaum terpelajar
                                    Muslim di pulau Jawa, terutama kisah para nabi, khususnya Nabi Muhammad
                                    s.a.w; kisah Sahabat Nabi; hikayat orang suci atau para wali; dan tokoh-tokoh
                                    penting lain dalam sejarah Islam sesudah wafatnya para Sahabat dan Tabiin.  Di
                                    kerajaan-kerajaan Melayu, hikayat-hikayat tersebut, dijadikan bahan pelajaran
                                    penting di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Terutama hikayat para nabi dan
                                    kisah di sekitar kehidupan Nabi Muhammad s.a.w.  Sejalan dengan pesatnya
                                    perkembangan agama Islam, kisah-kisah ini dikemudian disadur dari bahasa
                                    Melayu ke dalam bahasa Jawa. Akan tetapi tampaknya baru pada abad ke-
                                    17 dan 18 M penulisan sastra Islam dilakukan dengan serius. Hikayat-hikayat
                                    Islam yang telah ada dalam sastra Melayu seperti Surat Anbiya’ dan Hikayat
                                    Amir Hamzah pada abad ke-17 M pun disadur pula dalam bahasa Jawa, dan
                                    selanjutnya disadur lagi dalam bahasa Sunda, Madura dan Sasak















                    128
   137   138   139   140   141   142   143   144   145   146   147