Page 145 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 145
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
dan dari Madura ialah Tanda Anggrek, Bangsacara Ragapadmi dan Lanceng
7
Prabhan; (12) Cerita Jenaka dan Pelipur Lara. Misalnya cerita Abu Nuwas. Dapat
ditambahkan di sini beberapa teks Madura abad ke-17 dan 18 M seperti Jaka
Tole, Tanda Serep, Baginda Ali, Paksi Bayan, Rato Sasoce, Malyawan, Judasan
Arab, Menak Satip, Prabu Rara, Rancang Kancana, Hokomollah, Pandita Rahib,
Keyae Sentar, Lemmos, Raja Kombhang, Sesigar Sebak, Sokma Jati, Rato Marbin,
Murbing Rama, Barkan, Malang Gandring, Pangeran Laleyan, Brangta Jaya dan
lain-lain. Karangan-karangan ini bisa dimasukkan ke dalam kelompok 11 dan
12. Di antaranya ada pula yang disajikan sebagai alegori sufi.
Munculnya sastra Islam Jawa ditandai dengan munculnya suluk, sebutan untuk
karangan-karangan bercorak tasawuf dalam sastra Jawa. Pada umumnya Munculnya sastra
suluk, yang berarti jalan keruhanian, ditulis dalam bentuk puisi. Di dalamnya Islam Jawa ditandai
dipaparkan perjalanan keruhanian dalam Islam, terutama berkenaan dengan dengan munculnya
peringkat-peringkat keruhanian (maqam) yang dicapai dan keadaan-keadaan suluk, sebutan untuk
jiwa (ahwal) yang dialami oleh seorang sufi dalam menempuh jalan penyatuan karangan-karangan
bercorak tasawuf
Yang Haqq. Tidak jarang suluk ditulis dalam bentuk tanya jawab antara murid dalam sastra Jawa.
dan guru, istri dan suami seperti tampak dalam Serat Cabolang dan Centhini. Pada umumnya suluk,
Suluk biasa ditembangkan dan mulai popular di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang berarti jalan
sejak permulaan abad ke-18 M. Suluk-suluk yang tergolong awal ialah sejumlah keruhanian, ditulis
karangan Sunan Bonang seperti Suluk Wujil, Suluk Jebeng, Suluk Gita Latri, dalam bentuk puisi.
Suluk Gentur, dan lain-lain. Suluk lain yang juga terkenal ialah Musawaratan
Wali Sanga, Suluk Wali Sanga, Mustika Rancang, Suluk Malang Sumirang,
Suluk Daka, Suluk Syamsi Tabriz, Suluk Jatirasa, Suluk Johar Mungkin, Suluk
Ontal Enom (Madura), dan lain-lain. Karangan-karangan tasawuf tidak jarang
pula ditulis dalam bentuk alegori atau kisah perumpumaan. Misalnya Samaun
lan Mariya, Masirullah, Wujud Tunggal, Suksma Winasa, Dewi Malika, Syeh
Majenun, dan lain-lain. 8
Selain suluk, jenis karangan yang banyak ditulis ialah hikayat perang (epos),
roman, dan serat babad (sastra sejarah). Terdapat juga banyak karangan berisi
nasehat atau pengajaran, yang menunjukkan bahwa fungsi sastra yang sangat
diutamakan oleh pengarang Muslim Jawa ialah menyampaikan pengajaran
atau hikmah. Pengajaran itu disampaikan terutama dalam bentuk wejangan
atau nasehat, akan tetapi tidak jarang pula diutarakan dalam bentuk sindiran
dan kritik sosial. Misalnya seperti dalam puisi-puisi Yasadipura I dan R. Ng.
Ranggawarsita. Dalam karangan ini akan dibicarakan beberapa contoh saja
karya-karya yang tergolong penting. Karangan-karangan tersebut ialah Kropak
Maulana Malik Ibrahim, Suluk-suluk Sunan Bonang, alegori sufi Dewa Ruci
karangan Raden Ngabehi Yasadipura I, Jayengbaya karangan R. M. Ngabehi
Ranggawarsita, Serat Menak dan Serat Centhini.
131