Page 307 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 307

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







           2. Dangding sebagai ekspresi lokalitas sastra sufistik Sunda

           Dangding sebagai karya sastra lokal digunakan sebagai ekspresi lokalitas
           pengalaman sufistik Mustapa yang tidak beranjak dari narasi besar tasawuf
           Islam. Dangding Mustapa sebagai sebuah karya sastra yang mewadahi alam
           mistiknya benar-benar merupakan puisi bermutu tinggi yang penuh metafor,
           purwakanti, yang menimbulkan asosiasi berlapis-lapis dan seakan-akan mengalir
           secara alami. Semuanya terasa wajar keluar dari imaji pikiran dan mentalnya
           dengan memenuhi segala kaidah puisi dangding yang sangat rumit. Puisinya
           lebih dari sekedar sastra, karena merupakan pertemuan antara ekspresi sufistik
           dengan puisi sebagai wadah atau cangkang suluk-nya. Di satu sisi ia merupakan
           ungkapan mistis, tetapi di sisi lain juga dituangkan ke dalam sebuah bentuk
           karya sastra puisi yang disesuaikan dengan sifat dan watak puisinya sendiri
           secara tepat.

           Dalam konteks narasi besar sufistik,  dangding  Mustafa dianggap mewakili
           ekspresi lokalitas sufistik yang diungkapkan dengan rasa bahasa dan sastra
           Sunda. Sebagaimana gubahan puisi sufistik Arab dari Al-Hallaj, Ibn 'Arabi,
           Al-Sa'di, Ibn Farid, atau puisi sufistik Persia dan Turki ala Attar dan Rumi, dan
                                        197
           banyak sufi kawasan lainnya,  puisi Mustapa mengekspresikan hal yang
           sama. Demikian pula puisi karya Hamzah Fansuri dan sejumlah sastra suluk
           Jawa menunjukkan pengaruh narasi besar sufistik yang diekspresikan ke dalam
           bahasa puisi lokal.  Bahasa simbolis puitik mampu mewakili perasaan spiritual
                            198
           mistis yang dialami oleh siapapun yang merasakan kedekatannya dengan Tuhan.
           Karenanya tidak salah bila dikatakan bahwa sastrawan merupakan penyebar
                                   199
           utama pemikiran sufistik.  Puisi dan pemikiran mistis bertemu karena berada
           dalam masalah yang sama, yakni bagaimana mengungkapkan sesuatu yang
           tidak bisa diungkapkan (how to speak the unspeakable). 200




           3. Dangding dalam bingkai pertemuan Islam dan Sunda

           Melalui dangding-nya  pula Mustapa berhasil mempertemukan alam budaya
           Sunda dengan ajaran Islam sufistik. Nuansa alam parahiyangan, mitos dan
           legenda dalam tradisi Sunda diinterpretasikan secara sufistik. Warisan kekayaan
           batin Sunda di tangannya seakan bisa menemukan tempat berlabuh dalam
           khazanah spiritualitas Islam. Inilah yang dalam bahasa Ricklefs disebut sebagai
           bentuk paling nyata dari sintesis mistis dalam kebudayaan Sunda.  Sebuah
                                                                           201
           kesadaran identitas sebagai seorang Muslim sekaligus Sunda. Kontribusi utama
           dangding sufistik Mustapa sebetulnya terletak pada sisi artikulasi tradisi tasawuf
           ini yang diselaraskan dengan nuansa alam pikiran Sunda. Dangding Mustapa
           bisa dijadikan contoh bagaimana identitas Islam diresepsi, dibentuk dan
           diartikulasikan ke dalam bentuk lokal melalui jalur sufistik Sunda. Ia merupakan
           cermin proses indigenisasi Islam yang dilakukan manusia Sunda melalui tradisi
           sastra sufistik Sunda.





                                                                                                293
   302   303   304   305   306   307   308   309   310   311   312