Page 309 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 309

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







               Pangpunjulna Kangjeng Rasul,        Paling unggulnya Kangjeng Rasul
               Jembar pasulukanana.                (Muhammad),
                                                   Kaya pasulukannya.
               Pasulukan bumi langit,
               Béak Sunda béak Jawa,               Pasulukan bumi langit,
               Néngténgkeun di kajajatén,          Habis Sunda habis Jawa,
               Jajatén para anbiya,                Mengeluarkan kemampuan,
               Datang para auliya,                 Kemampuan para nabi,
               Pasulukan beuki dumuk,              Datang para auliya (wali)
               Siloka tambah nonggérak.            Pasulukan semakin jelas
                                                   Lambang bertambah nyata.



           Cerita Sangkuriang, Pasulukan (Amanat) Galunggung, Prabu Siliwangi, dan
           cerita wayang sangat disakralkan oleh orang Sunda. Di tangan Mustapa
           berbagai cerita itu digambarkannya sebagai simbol episode panjang
           metamorfosa perjalanan (pasulukan) pencarian manusia akan kesempurnaan
           diri (siloka bagbagan nyawa). Puncaknya menurut Mustapa ada pada Islam di
           mana simbol mistisnya cenderung lebih kaya dan nyata. Mustapa seakan ingin
           menegaskan bahwa identitas Islam yang dibangunnya tidak bisa lepas dari
           lokalitas kekayaan batinnya sebagai orang Sunda. Sebuah identitas Islam yang
           senantiasa menjejakkan kakinya di antara akar budaya etnisnya sendiri yang
           secara harmonis ia pertemukan dengan kekayaan batin spiritualitas mistik Islam.

           Uraian di atas sekedar gambaran untuk merepresentasikan bagaimana tradisi
           Islam dan tasawuf dipersepsikan dalam nuansa khasanah sastra dan alam pikiran
           Sunda. Banyak metafor dan simbol yang mencerminkan artikulasi tasawuf
           wahdat al-wujud di alam Sunda dengan dangding sebagai wadahnya. Melalui
           metafor dan simbol alam Sunda, ia berusaha memperkaya horizon penafsiran
           sufistik yang disenyawakan dengan suasana alam sekelilingnya. Di tangannya,
           nuansa alam dan cerita rakyat digunakan sebagai sarana untuk mempertemukan
           sekaligus mengindigenisasikan nilai keislaman ke dalam karakteristik sastra lokal
           Sunda. Bahasa dan sastra Sunda diperlakukannya sebagai media untuk mencari
           kemungkinan makna-makna baru yang tak terduga, dinamis, kaya dan terbuka.
           Ia bisa memainkan kekayaan simbol alam sekelilingnya yang ditemuinya untuk
           kemudian dibawa ke dalam alam pemikiran mistisnya.

           Di sinilah salah satu poin penting posisinya dalam memperteguh identitas Islam
           lokal  dalam  tradisi  intelektual  Islam  di  Nusantara.  Seolah  melalui  dangding
           sufistik Sunda tersebut, Islam dan Sunda menjadi entitas tunggal dalam diri
           Mustapa. Ia mewakili prototipe sastrawan Muslim Sunda yang paling kreatif.
           Muslim dengan pijakan tradisi sufistik yang terhubung dengan jaringan Islam
           Nusantara sekaligus manusia Sunda yang menghargai kekayaan tradisinya
           melalui bahasa dangding Sunda.








                                                                                                295
   304   305   306   307   308   309   310   311   312   313   314