Page 457 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 457

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                Untuk diskusi tentang kerinduan, cinta ilahiah, dan kemabukan mistik dalam puisi-puisi A.
                Mustofa Bisri, lihat Abdul Wachid B.S. (2008).
           8    Angka 33 ini mengingatkan kita pada anjuran Nabi Muhammad untuk berzikir dengan
                membaca tasbîh, hamdalah, dan takbîr masing-masing sebanyak 33 kali. Lihat misalnya
                Muwaththa’ Mâlik, Hadis Nomor 439, Maktabah Syâmilah.
           9    Ibadah haji dan tempat-tempat suci Islam merupakan salah satu sumber penting puisi
                para penyair Muslim Indonesia, yang secara umum tentu saja mengemukakan renungan
                dan penghayatan spiritual mereka. Bahrum Rangkuti, Taufiq Ismail, Ajip Rosidi, Sutardji
                Calzoum Bachri, A. Mustofa Bisri, D. Zawawi Imron, Suminto A Sayuti untuk menyebut
                sebagian menulis puisi dari pengalaman menjalankan ibadah haji dan berziarah ke tempat-
                tempat suci. Dalam kaitan ini penting dicatat nama Suminto A Sayuti (l. 1958), penyair dari
                generasi paling kemudian di antara penyair-penyair yang sedang didiskusikan. Sebagai
                penyair Muslim berlatar kebudayaan Jawa, dia menulis puisi berisi renungannya tentang
                haji dan berziarah ke tempat-tempat suci dengan memadukannya dengan segi-segi mistis
                Jawa. Lihat puisi-puisi hajinya dalam Suminto A Sayuti (2013).
           10   Bagian ini disarikan dari makalah penulis yang disampaikan dalam Kongres Internasional
                Nabi Muhammad SAW dalam Literatur Persia dan Melayu, di Taman Ismail Marzuki (TIM),
                Jakarta, 18-19 Februari 2013, dengan beberapa tambahan.
           11   Johann Wolfgang von Goethe, penyair Jerman abad ke-18, misalnya, menulis puisi tentang
                Nabi Muhammad, di samping beberapa tokoh sufi seperti Hafiz dan Jalaluddin Rumi. Lihat
                puisinya tentang Nabi Muhammad dalam Johann Wolfgang von Goethe (2012: 117).
           12   Lihat puisi Bahrum Rangkuti, “Mi’raj”, dalam H.B. Jassin  (1993 [1948]: 181-185). Secara
                tematik puisi-puisi Bahrum Rangkuti bercorak keislaman, di antaranya berupa renungan
                tentang ibadah haji dan ziarah ke tempat-tempat suci. Lihat puisi-puisinya dalam Anita K.
                Rustapa (1997) dan Taufiq Ismail dkk. (2002: 71-73).
           13   Puisi-puisi Taufiq Ismail tentang 25 rasul dikumpulkan dalam Taufiq Ismail (2008b) bersama
                puisi/lirik lagunya  yang lain, yang dinyanyikan oleh Achmad Albar, Crisye, Nicky Astria,
                dan terutama oleh Bimbo.
           14   Kisah ini sangat populer, muncul dalam berbagai literatur Islam klasik, antara lain dalam
                Sîrat-u Ibni Hisyâm, karya Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam (w. 834 M), buku
                sejarah Nabi Muhammad yang paling awal setelah Sîrat-u Ibni Ishâq karya Muhammad bin
                Ishaq bin Yasar (w. 768 M). Lihat Sîrat-u Ibni Hisyâm, Maktabah Syâmilah.
           15   “Kado Muhammad” adalah puisi yang sekaligus menjadi judul album musik-puisi karya
                Emha Ainun Nadjib dan Kiai Kanjeng, kelompok musik yang dipimpinnya. Dirilis tahun
                1999, album itu meraih sukses di pasar, dan merupakan salah satu album relijius Islam
                paling laris. Ini merupakan jenis album yang khas: berisi musik dengan gamelan dan alat-
                alat musik modern, lagu, puisi-puisi semuanya ditulis Emha Ainun Nadjib yang dinyanyikan
                dan dibacakan oleh Emha Ainun Nadjib sendiri.
           16   Banyak puisi sosial penyair-penyair Muslim ini yang dilihat dari puisi itu sendiri tidak secara
                langsung  mengacu  pada  sumber-sumber  Islam.  Misalnya  beberapa  puisi  Taufiq  Ismail
                dalan Tirani dan Benteng (1993) dan Malu Aku Jadi Orang Indonesia (2005), beberapa
                puisi A. Mustofa Bisri dalam Ohoi (1990) dan Pahlawan dan Tikus (1995), dan beberapa
                puisi Hamid Jabbar dalam Indonesiaku (2004).
           17   Penting dicatat bahwa solidaritas Indonesia untuk Palestina dalam puisi Indonesia sudah
                muncul pada tahun 1939, yaitu dalam puisi Ali Hasjmy, “Oh Palestina”, dimuat di Peojangga
                Baroe, Juni 1939, kemudian dimuat dalam Taufiq Ismail dkk. (2002: 64). Petikan puisi
                itu: Terlayang kabar di angin selayang/ Berita tabahmu Baitalmuqaddis/ Kami mendengar
                cemas dan bimbang/ Hati di dalam kembang kempis// Tampak bayangan di awan petang/
                Gambaran nasibmu, Palestina/ Kami memandang hiba dan sayang/ Semangat di dalam
                bergelora/... /Kami merasa nan Tuan rasa/ Kami menanggung yang Tuan tanggung/ Kita
                besaudara dalam agama/ Kita senasib kita seuntung/.... Di Indonesia, solidaritas untuk
                Palestina dibangun terutama atas dasar sentimen Islam (kita bersaudara dalam agama,
                kata Ali Hasjmy) dan tentu saja kemanusiaan. Dan, sebagaimana disebutkan beberapa
                sumber, ketika Panitia Pusat Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mulai bekerja, khususnya lewat
                jalur diplomasi di luar negeri, Mufti Besar Palestina Syekh Muhammad Amin Al-Husaini





                                                                                                443
   452   453   454   455   456   457   458   459   460   461   462