Page 458 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 458

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                                          menyatakan dukungannya. Itu tahun 1944. Dengan itu, tak pelak lagi Palestina adalah
                                          bangsa pertama yang mendukung kemerdekaan Indonesia, bahkan sebelum Soekarno-
                                          Hatta memproklamasikannya. Solidaritas untuk Palestina lewat puisi (dan sastra) Indonesia
                                          terus hidup, sampai sekarang. Pada 10 Desember 2012, misalnya, di Jakarta diadakan
                                          acara Solidaritas Sastra untuk Palestina. Lihat berita foto acara itu di Horison Januari 2013,
                                          dan laporan acara di Horison Februari 2013.
                                    18    Puisi Taufiq Ismail yang juga mengutip Al-Qur’an adalah “Membaca dan Menulis” (2008a:
                                          779). Tetapi puisi tersebut bukanlah puisi sosial, melainkan puisi didaktik, berisi dorongan
                                          untuk membaca dan menulis. Di sini penyair mengutip ayat pertama surat Al-`Alaq/96:
                                          1, yang berbunyi: Iqra’ bismi rabbikalladzi khalaq (Bacalah dengan nama Tuhanmu yang
                                          mencipta); mengutip juga ayat pertama surat Al-Qalam/68: 1, yang berbunyi:  Nuun,
                                          walqalami wama yasthurun (Nun, demi pena dan apa yang mereka tuliskan).
                                    19    Untuk menyebut beberapa contoh karya mereka: Taufiq Ismail: “Lumpur Menyembur di
                                          Sidoarjo, 2006” (2008a: 827), “Berharap akan Keadilan, Masih Bisakah?” (2008a: 829),
                                          “Mayat-mayat yang Hidup Sangat” (2008a: 865), dan “Rindu Kami Pada Ketenangan,
                                          Rindu Kami Pada Kedamaian” (2008a: 868); Abdul Hadi W.M.: “Doa untuk Indonesia”
                                          (2006: 15); D. Zawawi Imron: “Keroncong Air Mata” (2010: 118-129).
                                    20    Perhatian dan pembelaan Rendra terhadap masalah sosial khususnya korban kemanusiaan
                                          didorong  oleh, atau  dibangun  di atas  nilai  dasar yang  tentu  saja diyakini penyair ini,
                                          yaitu daya hidup, yang dipertentangkannya dengan daya mati. Seluruh perjuangan sang
                                          penyair dilakukan dalam kerangka membela daya hidup ini, sekaligus melawan daya mati
                                          dalam kehidupan dan kebudayaan umat manusia. Kecuali itu, dia memegang nilai-nilai
                                          Jawa, di antaranya menyangkut hubungan kosmis antara alam, manusia, dan masyarakat.
                                          Bagi Rendra, alam dengan hukum-hukumnya yang tak berubah merupakan takdir yang
                                          mesti diterima secara tulus, dan ia bisa menjadi jalan bagi renungan-renungan meditatif,
                                          moral, dan spiritual. Sementara itu, manusia dikarunia potensi untuk menjaga dan
                                          mengembangkan kehidupan manusia itu sendiri lewat daya akalnya yang hebat. Tetapi
                                          manusia selalu merupakan anggota masyarakat, sehingga dia bertanggung jawab pula
                                          baik secara individual maupun kolektif terhadap perikehidupan masyarakat itu sendiri,
                                          yakni dengan setia dan menjunjung konvensi serta hukum-hukum sosial yang berlaku.
                                          Rendra memadatkan ketiga unsur tersebut menjadi hukum alam, hukum akal sehat, dan
                                          hukum masyarakat. Bagi Rendra, keteraturan kosmis hanya bisa dicapai dengan mematuhi
                                          ketiga hukum tersebut. Lebih jauh lihat Jamal D. Rahman (2013).


































                    444
   453   454   455   456   457   458   459   460   461   462   463