Page 454 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 454
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
berbagai kebobrokan sosial, penyair akan tetap berpegang pada akal sehat
dan daya hidup sebagai nilai-nilai dasar perjuangannya: Ya Tuhan Yang Maha
Hakim,/ harapan kosong, optimisme hampa/ Hanya akal sehat dan daya hidup/
menjadi peganganku yang nyata.
Puisi yang juga mengadukan masalah sosial kepada Tuhan adalah 99 untuk
Tuhanku karya Emha Ainun Nadjib (1983). Meskipun buku ini lebih banyak
menyuarakan kerinduan pribadi untuk berjumpa Tuhan, sesekali disampaikan
juga masalah-masalah sosial dalam keintiman ngobrol dengan Tuhan itu sendiri.
Bagaimanapun, penyair memiliki kepedulian terhadap masalah sosial. Bahkan,
di awal kepenyairannya dia menyerukan sastra yang membebaskan masyarakat
dari masalah-masalah hidup mereka (Emha Ainun Nadjib, 1984). Tidaklah
mengherankan kalau dalam obrolannya yang sangat intim dengan Tuhan dia
mengadukan masalah sosial misalnya dalam puisi berikut ini (Emha Ainun
Nadjib, 1983: 49):
Tuhanku
satu di antara seribu kelalaian
yang menjebak sejarah kehidupan kami
ialah kekeliruan kami dalam menghitung
seberapa jauh kemunduran yang dikandung kemajuan kami
seberapa besar kegagalan yang dikandung keberhasilan kami
seberapa banyak perusahakan yang dikandung perbaikan kami
seberapa mendesak kehancuran yang dikandung kebangunan kami
seberapa tinggi penurunan yang dikandung peningkatan kami
dan seberapa banyak perang
yang dikandung teriakan damai kami.
Tuhanku
di mata kami yang penuh kesombongan
makin tak jelas
belakang atau depan
ketinggian atau kerendahan.
Sebisa mungkin tulisan ini telah mendeskripsikan Islam dalam sejarah puisi
Indonesia modern, dengan membicarakan isu-isu Islam dalam puisi Indonesia
modern itu sendiri. Mengikuti kedudukan puisi dalam struktur kognitif dan
basis normatif Islam, secara garis besar Islam dalam sejarah puisi Indonesia
mengemuka dalam tiga tema utama. Pertama, pergulatan spiritual berupa
transformasi cinta manusiawi ke cinta ilahi, pencarian Tuhan, kerinduan mistis,
pencapaian ekstase mistis, sampai pada prinsip metafisis wahdatul wujud.
Kedua, berbagai ungkapan rasa rindu, cinta, dan penghormatan kepada Nabi
440