Page 452 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 452
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Muhammad merupakan pusat kerinduan di tengah berbagai masalah dan
borok sosial, sebagaimana tampak dalam puisi “Aku Merindukanmu, oh,
Muhammadku” karya A Mustofa Bisri. Taufiq Ismail juga mengaitkan masalah
sosial dengan Nabi Muhammad, misalnya dalam puisinya “Sungai-sungai
Jakarta Marah Padaku” (Taufiq Ismail, 2008a: 846-854). Puisi ini berbicara
tentang banjir luar biasa yang menimpa Jakarta di tahun 1996, 2002, dan 2007.
Ia mengingatkan bahwa alam mengatur sedemikian rupa terjadinya air di udara,
penyerapannya oleh bumi, dan seterusnya, namun perilaku buruk masyarakat
terhadap hutan dan sungai telah merusak sistem alam soal pengaturan air,
sehingga terjadilah banjir. Ditambah lagi dengan ketidakmampuan pemerintah
dalam menangani banjir itu sendiri. Puisi itu juga berbicara tentang korban-
korban banjir yang sebagiannya terpaksa mengungsi dari rumah mereka,
memberikan simpati kepada mereka, sekaligus memuji besarnya solidaritas sosial
untuk mereka. Di tengah-tengah itu, Taufiq Ismail mengutip Nabi Muhammad:
Tiga belas abad yang lalu,/ Rasulullah telah melarang membuang sampah/ di air
tergenang dan di air mengalir,/ serta di persimpangan jalan./ Itulah perilaku yang
sejati adil/ pada air, bumi dan lingkungan,/ yang sepenuhnya kita abaikan/.....
Di samping menggali Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad, puisi sosial menggali
sumber-sumber Islam yang lain, yaitu ajaran, tradisi, dan berbagai ungkapan yang
mengacu langsung pada Islam itu sendiri. Beberapa puisi sosial berbicara tentang
ketidakadilan, kekerasan, kemiskinan, bencana alam, korban lumpur Sidoarjo,
ironi sosial, dan lain sebagainya. Dalam puisi itu digunakan beberapa kosakata
atau ungkapan dari khazanah Islam sehari-hari, seperti basmalah, insya Allah,
masya Allah, astagfirullah, Allahu akbar, innalillahi, assalamu’alaikum, jilbab,
ziarah, sujud, ruku’, thawaf, bertasbih, berzikir, ma’rifat, dan lain sebagainya.
Dengan cara itu, sekurang-kurangnya secara verbal puisi berkaitan langsung
dengan Islam. Tetapi, tentu saja, intensitas relijius puisi tidak hanya ditentukan
oleh penggunaan perbendaharaan tersebut, melainkan terutama oleh intensitas
penggunaannya. Selain itu, beberapa puisi dalam kategori ini berbicara tentang
tradisi Islam, misalnya tradisi ziarah ―yang dalam puisi kadangkala digunakan
dalam pengertian metaforis atau esoterisnya― dan tradisi mengucapkan
selamat lebaran. Puisi A. Mustofa Bisri (2003: 55), “Selamat Idul Fitri”, adalah
sebuah ironi mengucapkan selamat Idul Fitri, yang dengan demikian merupakan
kritik sosial:
...
Selamat idul fitri, tetumbuhan
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak puas-puas
Kami menebasmu
Selamat idul fitri, para pemimpin
Maafkanlah kami
438