Page 559 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 559
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3
Bidang ekonomi didesain dengan program sinergi pemberdayaan komunitas
(Prospek) dengan melibatkan pengusaha ekonomi kecil seperti petani gurem,
peternak, pengrajin, pedagang kecil, tukang ojek dan nelayan. Sementara
untuk kesehatan lebih diutamakan pada sadar gizi untuk para ibu bagi para
balita, komunitas sehat dan komunitas hijau. Komunitas sehat dilakukan melalui
program layanan kesehatan keliling. Komunitas hijau adalah kegiatan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kebersihan dan cinta lingkungan.
Kegiatan social mencakup pelayanan pendampingan orang sakit, khususnya
untuk membantu masyarakat tidak mampu untuk mendapatkan pendampingan
hingga sembuh atau pemberian santunan bagi pasien. Bantuan lainnya dalam
bidang ini adalah layanan antar jenazah beserta pelatihan pengurusan jenazah.
Untuk kelompok yatim, kegiatannya adalah penyediaan voucher belanja sesuai
dengan kebutuhan mereka dan juga voucher pendidikan untuk pembelian
perlengkapan alat-alat sekolah. Untuk rekreasinya, kegiatan wisata juga
diberikan untuk para yatim terutama wahana hiburan dan wisata alam.
112
Penyaluran dana PKPU yang lebih menonjol adalah untuk tujuan kemanusiaan
seperti bantuan banjir dan konflik. Sebagai ilustrasi, dari 34,5 miliar rupiah
yang dihimpun, sebanyak 20,2 miliar rupiah disalurkan untuk kemanusiaan, 6,7
miliar rupiah dari dana zakat, 4,2 miliar rupiah dari kurban dan 2,4 miliar rupiah
infak dan shadaqah. Pendanaan juga diambil dari dana wakaf dan dana lain. 113
Pasca lahirnya UU no. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, Pemerintah
mengeluarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 tentang BAZNAS di
Indonesia. Tugas lembaga ini adalah menghimpun dan menyalurkan zakat,
infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional. Pada saat itu, uniknya, BAZNAS
tidak memiliki peran untuk mengontrol pengumpulan zakat yang ada di BAZ
daerah, tetapi cara kerjanya hanya terbatas pada koordinasi. Sebab itu, posisi
BAZNAS dapat dikatakan seperti BAZ pada umumnya, hanya perbedaanya ia
berada di pusat Ibu Kota Jakarta dan dapat menjangkau berbagai wilayah di
Indonesia. Kondisi seperti ini tidak menguntungkan BAZNAS, karena di setiap
daerah juga telah berdiri BAZ dan LAZ yang dikelola non-pemerintah.
Setelah dilakukan revisi UU no. 38 tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, peran BAZNAS mulai menguat, yaitu
dengan peran kontrol dan koordinasi dengan BAZ daerah, walaupun dilihat dari
sisi pengumpulan ZIS tetap terbatas karena telah dilakukan oleh BAZ dan LAZ
yang ada di setiap daerah. Kelebihan BAZ saat ini terletak pada otoritasnya yang
dapat berkoordinasi dengan BAZ daerah sehingga pengumpulan total dana ZIS
dapat direkam di BAZNAS. Di samping itu, UU yang baru ini juga semakin
mengukuhkan peran BAZNAS sebagai lembaga yang berwenang melakukan
pengelolaan zakat secara nasional.
543