Page 71 - PROSIDING KONFERENSI NASIONAL SEJARAH X Budaya Bahari Dan Dinamika Kehidupan Bangsa Dalam Persepektif Sejarah Jakarta, 7 – 10 November 2016 Jilid VII
P. 71
26
BAHAN AJAR TRADISI LISAN
FALSAFAH HIDUP ORANG BUGIS
1. Naiya tau malempuu-e’ manguruu eloo-i’ tau sugi-e (orang jujur sewarisan dengan orang
kaya). Maknanya: orang jujur tidak sulit memperoleh kepercayaan dari orang kaya
karena kejujurannya.
2. Rebba sipatokkong, mali' siparappe', sirui' menre' tessirui'no', malilu sipakainge' (Rebba
saling menegakkan, hanyut saling mendamparkan/saling menarik ke pinggir pantai, jika
khilaf saling mengingatkan).
Maknanya: Rebah tegak-menegakkan, ialah supaya berpijak dengan teguh dan berdiri
dengan megah di atas bumi kehidupan. Jika hanyut/ada kesulitan yang dihadapi seseorang
harus tolong menolong. Tidak ada jalan kehidupan tanpa rintangan dan persimpangan,
itulah perlunya ingat-mengatkan ke jalan yang benar. Jika semuanya sudah berpadu, maka
akan menjelmah gotong royong yang sempurna.
3. Naiya accae ripatoppoki je’kko, rirapangngi alliiri;, nare’kko te’yai mareddu’, mapooloi
(kepandaian yang desertai kecurangan ibarat tiang rumah, jika tidak tercabut ia akan
patah).
Maknanya: Bagi Masyarakat Bugis, tiang rumah dihubungkan satu dengan yang lain
menggunakan pacak, jika pacak itu bengkok, sulit masuk ke lubang tiang dan patah kalau
dipaksakan. Kiasan terhadap orang pandai tetapi tidak jujur selamanya tidak akan
mendatangkan kebaikan (berkah) bahkan dapat membawa bencana/malapetaka.
4. Temmettak nawa-nawa majaa’: Tidak pernah berpikiran jahat
Tammassuk ada-ada belle: Tidak mengeluarkan kata-kata dusta
Teppugauk-gauk maceko: Tidak melakukan perbutan curang
5. Ka-antu jekkonga kammai batu nibuanga naung rilikuo’ na-antu lombusuka kammai bulo
ammawanga ri je’ne’ka, nuossakaugi poko’na ammumbai appa’na, nuassakaugi appa’na
ammumbai poko’na (kecurangan itu sama dengan batu yang dibuang ke dalam lubang;
sedangkan kejujuran laksana bambu yang terapung di air, jika ditekan pangkalnya, maka
ujungnya akan timbul, dan jika ditekan ujungnya, maka pangkalnya akan timbul).
Maknanya: kecurangan mudah disembunyikan; Akan tetapi kejujuran senantiasa tampak
dan muncul ke permukaan.
6. Raja dan pemerintahan kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan memerintah berdasarkan
etika pemerintahan yang disebut sulapa’ ‘appa’ (empat penjuru tetapi bukan penjuru
angin, melainkan kearifan, yaitu: Lempuu26 (lurus, jujur), tongeng (kebenaran, benar),
warani (berani), dan temmappallaisengngi/adele (adil). Kemudian di tengah sulapa’
‘appa’ didirikan siri’ dan pesse. Seorang pemimpin masiri‟ kalau tidak jujur atau lurus
dalam menjalankan pemerintahan. Masiri‟ kalau tidak tegas dan berani melindungi dan
mensejahterakan rakyatnya dalam menjalankan pemerintahan. Masiri‟ kalau tidak dapat
berlaku adil didalam menjalankan pemerintahan. Ketika seseorang memimpin
menjalankan sulapa‟ „appa‟ dalam pemerintahannya dan mendapat perlakuan yang
membuat yang bersangkutan direndahkan martabat maka rapu (rumpun) dari seseorang
yang telah direndahkan tidak akan masseddi siri‟ (rumpun itu membela kehormatan
saudara se-rapu-nya). Selanjutnya masseddi siri‟ berkembang menjadi pesse. Pembebasan
kehormatan se-rapu dan jaringan rapu –nya. Jadi pada dasarnya seseorang pemimpin di
Sulawesi Selatan malu kalau tidak jujur, berani, benar, dan adil. Etika ini berlaku pula
dalam kehidupan social.