Page 20 - Kepemimpinan Tradisional 22.1.15
P. 20
Kepemimpinan Tradisional di Indonesia
Ammatoa dalam pemerintahannya agar semua katallassang lino (kehidupan
dunia) dan allo riboko (hari kemudian) terselenggara dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian kepemimpinannya akan selalu diuji, dan keberhasilannya
ditentukan oleh gejala alam.
Merujuk pada konsep kekuasaan pada Ammatoa, kiranya penting untuk
menengok konsep kekuasan dari Ben. R.O.G. Anderson. Walaupun ahli ini
mengkaji kekuasaan pada budaya Jawa, konsep kekuasaan bahwa kekuasaan
merupakan merupakan kekuatan energi dan dapat digunakan oleh setiap
manusia secara otomatis. Yang artinya, dalam pandangan ahli ini kekuasaan
bagi orang Jawa umumnya ditempatkan sebagai suatu kekuatan energi yang
sakti dan keramat, yang secara konkret ada dalam lingkungan alam manusia,
tatapi diluar diri orang yang mempergunakannya. Pada titik ini, tampaknya
konsep kekuasaan Ammatoa dapat senafas dengan konsep kekuasaan dalam
14
masyarakat Jawa. Kekuasaan bermakna dan bersifat simbolik. Namun
demikian, kekuasaan Ammatoa tidaklah bersifat dan berada pada tataran
simbolik semata. Kekuasaan Ammatoa juga meliputi kekuasaan pada tataran
kehidupan sosial, sebagaimana telah diuraikan.
Hasil etnografis dari Suku Bangsa Aceh Besar memberikan gambaran
yang cukup jelas terkait dengan bagaimana peran pemimpin dan
kepemimpinan dalam berbagai lembaga, serta bagaimana terwujud dalam
setiap kehidupan kelembagaan termasuk dalam bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Peran seorang pemimpin cukup sentral dan strategis yang
ditunjukkan dalam perannya sebagai motivator, mediator, dan komunikator
dalam berbagai aspek kehidupan. Tampak bahwa dalam kehidupan
masyarakat Aceh Besar, sejak zaman kerajaan, penjajahan dan kemerdekaan,
pemimpin adalah seorang yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan