Page 16 - Kepemimpinan Tradisional 22.1.15
P. 16
Kepemimpinan Tradisional di Indonesia
kayu di hutan, serta mengambil hasil hutan lainnya. Tugas mulia seorang
Ammatoa dilukiskan dalam pasang, bahwa tugusa’na Ammatowa, appa’ passala’
iyamintu tabbang kaju, tatta’ uheya, rao doanga, tunu baniyya (ada empat tugas
utama Ammatoa yaitu mencegah penebangan kayu, pemotongan rotan,
penangkapan udang, dan mengambil lebah madu).
Salah satu hal yang khas terkait dengan pola kepempinan Ammatoa sebagai
pemimpin tertinggi dalam masyarakat adat Kajang adalah bahwa jabatan ini
merupakan jabatan seumur hidup, merupakan figure yang karismatik, memiliki
kekuatan gaib (supranatural) dan kemampuan superhuman. Memiliki tugas
menjaga hutan, memimpin sidang adat, Pengangkatannya sebagai pemimpin,
Ammatoa tidak dipilih oleh rakyat, tidak juga diperoleh dari orang tuanya, tidak
juga diangkat dari pemerintah, tetapi dipercaya sebagai penunjukan langsung
dari Turiek Akrakna. Ammatoa diyakini sebagai wakil Turiek Akrakna di bumi.
10
Beliau diberi amanah untuk menjaga jagad raya, yaitu “Jagai lino lollong bonena,
kammayatompa langika, rupatauwa siagang boronga” (jagalah bumi beserta isinya,
demikian juga langit, manusia dan hutan). Dalam menjalangkan amanah, beliau
berpedoman pada pasang dan hasil musyawarah melalui abborong. Pasang berisi
tuntunan atau ajaran yang bersumber dari Turiek Akrakna untuk menjalankan
seluruh perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Atas dasar itu, pasang
merupakan pedoman yang dignakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-
hari.
Hal yang menarik adalah bahwa kekuatan ini tidak lantas meninggalkan
peran tokoh-tokoh lain. Ada mekanisme distribusi kekuasaan yang kemudian
memberikan peluang bagi orang lain terlibat dalam proses pengaturan
kehidupan sosial. Disinilah kemudian nafas adanya desentralisasi
kekuasaan dan kewenangan. Membuktikan bahwa dalam kepemimpinan