Page 15 - Kepemimpinan Tradisional 22.1.15
P. 15
Kepemimpinan Tradisional di Indonesia
langit. Penekanan penjagaan terhadap hutan, karena merupakan sumber
kehidupan manusia. Dalam pasang disebutkan: “Anjo boronga iya kontaki
bosiya, nasaba konre mae anre pangairang, iyaminjo borong selaku pangairang, iya
nakabattui bosi” (hutan itulah yang “mengontak” hujan, sebab disini tidak
ada pengairan (maksudnya irigasi teknis), maka hutan itulah yang berfungsi
sebagai pengairan, hutanlah yang mendatangkan hujan). Selanjutkan
dijelaskan: “Punna nitabbangi kajua, nipappirangngangngi angngurangi bosi,
appatanre tumbusu, napau turiolowa” (kalau kayu ditebang, akan mengurangi
hutan,mengurangi mata air, menurut pesan nenek moyang kita.
Sangat jelas bahwa nilai-nilai dalam pasang sangat sarat dengan ajaran
pelestarian alam, nilai kearifan manusia ketika berhubungan dengan alam
seisinya. Sebuah pengakuan atas kuasa alam dalam kehidupan manusia.
Sedangkan amanah terhadap penjagaan langit mengandung makna
9
simbolik, yaitu Ammatoa harus menjaga hubungan manusia dengan Turiek
Akrakna melalui berbagai ibadah dan ritual. Hal ini dimaksudkan agar
Turiek Akrakna senantiasa memberi berkah, kesehatan dan keslamatan
kepada umat manusia di bumi ini. Pada sisi inilah menjadi menarik bahwa
kekuasaan adalah sesuatu yang mutlak. Mereka yang diberi amanah menjadi
pemimpin memiliki kekuasaan untuk menjaga dan menggunakan kekuasaan
untuk tujuan kesejahteraan umat manusia. Sebuah nilai yang teramat mulia.
Sebagaimana disampaikan, Ammatoa sebagai pangullei (pemegang amanah)
mampu mempersatukan semua unsur di dalam masyarakat pendukungnya.
Salah satu hal yang perlu dicatat dalam pola kepemimpinan Ammatoa
adalah kemampuannya dalam mengaplikasikan ideologi kepemimpinannya
yang diterjemahkan kedalam tindakan-tindakannya ada na gauk (satunya kata
dengan perbuatan). Ia selalu menampakkan pola hidup sederhana dan sadar
lingkungan (environmental awareness) dengan tidak semena-mena menebang