Page 55 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 55

42           Gubernur Pertama di Indonesia



            Hasan  harus  hidup  berjauhan  dari  istri  dan  anak-anaknya.  Namun,
            kegigihannya selama periode sulit tersebut nyatanya berbuah manis,
            kemerdekaan Indonesia diakui oleh Belanda setelah Konferensi Meja
            Bundar.
                    Jika  dikaitkan  dengan  keadaan  politik  di  Aceh,  tempat
            Mohammad Hasan berasal, maka sosok dengan kapasitas politik yang
            demikian  telah  menjadi  demikian  langka.  Menjadi  pejabat  daerah
            sering kali berarti bersinggungan dengan kepentingan pusat. Setelah
            perjanjian damai antara pihak Republik Indonesia dan pihak Gerakan
            Aceh Merdeka ditandatangani pada Agustus 2005, arena politik lokal
            diwarnai berbagai elemen yang memfokuskan diri pada kepentingan
            daerah semata dan menolak negosiasi dengan pemerintah pusat. Hal
            itu  dapat  dilihat  misalnya  dalam  tuntutan  untuk  memiliki  bendera
            dan  simbol  pemerintah  sendiri  di  Aceh  yang  terus-menerus  tidak
            disetujui pemerintah pusat.
                    Walau  berasal  dari  konteks  zaman  yang  berbeda,  sosok
            Teuku  Mohammad  Hasan  hadir  sebagai  figur  politik  yang  menjadi
            perantara pemerintah pusat dengan berbagai elemen masyarakat di
            Sumatera  selama  masa  jabatannya  sebagai  gubernur  pada  periode
            revolusi.  Di  tengah  kemajemukan  kelompok  etnis  dan  agama  di
            Sumatera,  Hasan  telah  berhasil  merangkul  berbagai  elemen  sosial-
            budaya  hingga  terwadahi  dalam  tatanan  pemerintahan  Republik  di
            Sumatera.  Inspirasi  utama  dari  sosok  Mohammad  Hasan  adalah
            kecakapannya sebagai mediator.
                    Dalam impitan kepentingan pada masa genting bagi Republik,
            Teuku  Mohammad  Hasan  menjalani  tanggung  jawabnya  sebagai
            gubernur untuk wilayah yang luasnya dua kali lebih besar daripada
            Pulau Jawa, sekaligus menjaga komunikasi dengan pihak pemerintah
            pusat  di  Yogyakarta.  Sebagai  uleebalang  sekaligus  pendukung
            Republik,  Hasan  juga  bertindak  sebagai  penengah  di  antara
            perseteruan  kelompok  pro-Republik  dan  bekas  pejabat  swapraja,
            baik  di  Aceh  maupun  Sumatera  Timur.  Sebagai  bagian  dari  elite
            tradisional, kemampuan Mohammad Hasan dalam mempertahankan
            hubungan  dengan  para  pemuka  agama  dan  adat  pada  lapisan
   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60