Page 60 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 60

Soetardjo Kartohadikoesoemo        47



                  SOETARDJO KARTOHADIKOESOEMO

                          ANAK PRIAYI MENGABDI BANGSA



                                      MARTIN SITOMPUL



               Sukabumi,  pertengahan  1936.  Di  pesanggrahannya  yang  sejuk  di
               Desa    Cimelati,   diterangi    lampu    petroleum,    Soetardjo
               Kartohadikoesoemo menyusun konsep petisi yang akan disampaikan
               dalam sidang Volksraad (Dewan Rakyat) Hindia Belanda. Pukul lima
               pagi,  petisi  rampung.  Ia  menyodorkan  petisi  itu  kepada  Sam
               Ratulangi,  rekan  sesama  anggota  Volksraad  asal  Minahasa,  yang
               tinggal tak jauh dari kediamannya.
                      “Zeg, waar haal jij dit vandaan?” tanya Ratulangi terperanjat.
               Hai, dari mana kau ambil ini, demikian arti pertanyaan itu.
                      “Inilah,  baca  sendiri!”  ujar  Soetardjo  sembari  menyodorkan
               lagi Grondwet Nederland atau Kitab Konstitusi Belanda.
                      Tanpa  ragu,  Ratulangi  membubuhkan  tanda  tangannya  di
               bawah rancangan petisi yang disusun Soetardjo.  Pada 15 Juli 1936,
                                                             1
               petisi  dilayangkan  dalam  sidang  Volksraad.  Publik  Hindia  Belanda,
               baik  anggota  Volksraad  maupun  bukan,  tersentak.  Petisi  itu  juga
               menjadi pembicaraan di Negeri Belanda.
                      “Hindia berdiri sendiri,” ujar Agus Salim, tokoh fraksi Partai
               Sarekat Islam Indonesia dalam Volksraad, menyatakan maksud petisi
               itu.
                  2
                      Sang  pencetus  petisi,  Soetardjo,  justru  seorang  priayi  dan
               pejabat birokrat kolonial. Pegawai yang mengabdi pada pemerintah
               Hindia  Belanda.  Pada  zaman  kolonial,  priayi merupakan  salah  satu
               pilar  politik  untuk  mencapai  kepentingan  dan  arah  ‘negeri  induk’-
               nya.
   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65