Page 64 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 64

Soetardjo Kartohadikoesoemo        51



                      Selama  di  Volksraad,  berbagai  kebijakan  sipil  dicetuskan
               Soetardjo.  Prakarsanya  terutama  untuk  hal-hal  yang  mendukung
               kesetaraan  terhadap  rakyat  bumiputera.  Pada  1932,  Soetardjo
               mendukung  pengajuan  petisi  Husni  Thamrin  kepada  pemerintah
               untuk  menggunakan  sebutan  “orang  Indonesia”  mengganti  kata
               inlander  alias  ‘pribumi’  dalam  tata  hukum,  badan-badan  di
               bawahnya, dan dokumen-dokumen resmi pemerintah. Kata inlander
               secara  harfiah  berarti  anak  negeri.  Istilah  ini  muncul  secara  resmi
               dalam  Regeringsreglement  (Undang-undang  Administrasi  Hindia)
               pada 1854. Namun, lambat-laun kata inlander digunakan oleh orang
               Belanda  untuk  merendahkan  rakyat  Hindia  yang  dimaknai  sebagai
               ‘bodoh’, ‘pemalas’, dan ‘terbelakang’. Bahkan sempat pula “inlander”
               disetarakan  dengan  anjing.  Kendati  demikian,  pemerintah  menolak
               anggapan bahwa istilah inlander bernuansa menghina.
                                                                  5
                      Dalam De Indische Courant (14 Juli 1933), Soetardjo mencela
               keputusan  pemerintah  yang  tak  bersedia  menggunakan  kata
               Indonesier ‘orang Indonesia’. Ia juga menegaskan bahwa keberhasilan
               kolonial  Belanda  tak  lepas  upaya  dan  kerja  keras  pemerintah
               bumiputera. Volksraad akhirnya menyetujui agar tak lagi menyebut
               anak negeri dengan “inlander.” Pengunaan sebutan “orang Indonesia”
               berangsur-angsur diperbolehkan.
                      Memasuki  paruh  kedua  1930,  pemerintah  kolonial  makin
               memperlihatkan  politik  tangan  besi.  Para  tokoh  politik  nasional
               Hindia Belanda seperti Sukarno, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir
               dibungkam.  Mereka  ditekan  dengan  diasingkan  ke  pelosok  Hindia
               demi  stabilitas  politik.  Efek  depresi  ekonomi  global  juga
               menyebabkan penghematan besar-besaran oleh pemerintah kolonial
               yang berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat.
                      Sebagai pegawai pemerintah, Soetardjo protes menyaksikan
               keadaan  yang  merugikan  masyarakat  seperti  pengurangan  gaji,
               pemecatan,  pembatasan  kesempatan  pendidikan,  dan  kebijakan
               pemerintah  yang  bersifat  mencurigai  terutama  terhadap  gerakan
               nasionalis Indonesia non-koperasi. Soetardjo juga mengkhawatirkan
               tindakan  pemerintah  yang  represif  menyusul  pemberontakan  De
   59   60   61   62   63   64   65   66   67   68   69