Page 68 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 68

Soetardjo Kartohadikoesoemo        55



               Hindia selama  tiga  ratus tahun,  masih  akan memerlukan tiga  ratus
               tahun  lagi  sebelum  Hindia  mungkin  akan  menjadi  matang  untuk
               suatu kemerdekaan.”
                                   8
                      Penolakan    terhadap    Petisi   Soetardjo   menimbulkan
               kekecewaan besar di kalangan nasionalis yang bekerja dalam tatanan
               kolonial.  Hal  itu  sekaligus  memupus  kepercayaan  terhadap
               pemerintah  kolonial  yang  berkaitan  dengan  masa  depan  wilayah
               jajahan.  Lantaran  petisinya  itu,  sebanyak  empat  kali  Soetardjo
               pernah diperiksa oleh alat kekuasaan kolonial.
                      Walhasil,  kelompok  nasionalis  Indonesia  justru  semakin
               memperkuat  tuntutan  melepas  diri  dari  ikatan  kolonial.  Menyusul
               penolakan  petisi,  pada  1939,  partai-partai  politik  berhaluan
               nasionalis  membentuk  Gabungan  Politik  Indonesia  (Gapi)  dengan
               tuntutan utama: Indonesia berparlemen. Sementara bagi pemerintah
               Belanda,  peluang  besar  untuk  mempertahankan  Hindia  Belanda
               kandas setelah penolakan Petisi Soetardjo. Kehilangan negeri jajahan
               yang  makmur  di  ambang  pintu.  Hal  itu  terbukti  ketika  ancaman
               pendudukan  Jepang  datang  pada  1942.  Seruan  Ratu  Wilhelmina
               untuk  mempertahankan  Hindia  Belanda  tak  mendapat  tanggapan
               berarti  dari  para  priayi  nasionalis  birokrat  yang  diikuti  kalangan
               priayi lainnya.

               RESIDEN PADA MASA DAI NIPPON

               Pada  masa  pendudukan  Jepang,  Soetardjo  Kartohadikoesoemo
               memimpin  departemen  dalam  negeri  atau  Naimubu  Sanyo.  Radio
               PPRK  yang  dipimpinnya  pada  8  Maret  1942  menyiarkan  bahwa
               tentara  Jepang  sudah  mendarat  di  pantai  distrik  Kragan,  Rembang
               dan  di  Anyer,  Banten.   Soetardjo  juga  aktif  dalam  badan  bentukan
                                    9
               Jepang  lainnya.  Ia  menjadi  anggota  badan  perwakilan  bentukan
               Jepang,  Tjhoeo  Sangi-in  dan  anggota  Poetera  (Pusat  Tenaga
               Rakyat).
                       10
                      Setahun  kemudian,  tepatnya  10  November  1943,  Soetardjo
               menjadi  residen  (syucokan)  Jakarta.  Ia  merupakan  satu  dari  tiga
   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73