Page 67 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 67
54 Gubernur Pertama di Indonesia
Petisi itu akhirnya diputuskan lewat pemungutan suara.
Hasilnya diterima dengan 26 suara setuju, 20 suara menolak. Petisi
kemudian diteruskan ke Negeri Belanda. Keputusan Kerajaan baru
diperoleh dua tahun kemudian, tepatnya pada 16 November 1938
yang mengukuhkan penolakan terhadap Petisi Soetardjo. Kerajaan
berpendapat bahwa rakyat Hindia Belanda belum matang untuk
mempersiapkan sebuah pemerintahan sendiri.
Ketika itu pemerintahan di Negeri Belanda dipimpin tokoh
maha- konservatif, Perdana Menteri Hendrijk Colijn (lihat P.
Swantoro, Dari Buku ke Buku). Colijn didampingi Charles Joseph
Welter sebagai Menteri Urusan Jajahan. Keduanya berpendapat
bahwa perubahan fundamental status Hindia Belanda bersifat
prematur, mengingat tahap perkembangan sosial sebagian besar
penduduk belum memadai. Welter malah mengemukakan,
memperbaharui hukum ketatanegaraan menuntut waktu yang lama.
Oleh karena itu belum waktunya Belanda dan Hindia Belanda duduk
sederajat pada satu meja. Padahal pada 1910-an, Colijn pernah
7
mengusulkan bentuk pemerintahan federalisme Hindia Belanda
untuk mempertahankan kepemimpinan tradisional di Jawa,
Sumatera, Kalimantan, dan kepulauan timur Hindia. Menurut Vincent
Houben, sesungguhnya, ‘kebersamaan’ Hindia Belanda dan
Nederland hanya demi keuntungan ekonomis-finansial bagi
Nederland sendiri (dalam Van kolonie tot eenheidstaat, dikutip
Swantoro).
Di Negeri Belanda, petisi tersebut hanya mendapat dukungan
dari kaum sosial demokrat dan kaum komunis. “Pemerintah di Den
Haag tidak mampu menangkap kesempatan emas itu dan bahkan
mendukung perasaan superioritas rasial yang sedang tumbuh dalam
masyarakat eropa di Hindia,” tulis sejarawan Belanda Frances Gouda
dalam Dutch Cultures Overseas: Praktik Kolonial di Hindia Belanda
1900–1942. Sementara, di Hindia Belanda, Petisi Soetardjo sebagai
kans terakhir untuk penyelesaian damai hanya disadari segelintir
orang. Gubernur Jenderal de Jonge dalam De Sumatera Post (1936)
bahkan menyatakan, “saya berpendapat setelah kami bekerja di