Page 66 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 66
Soetardjo Kartohadikoesoemo 53
Dalam petisinya, Soetardjo mengusulkan agar
diselenggarakan konferensi yang dihadiri oleh wakil-wakil Belanda
dan Hindia Belanda dengan kedudukan sejajar. Tujuannya, membuat
rencana berjangka sepuluh tahun untuk menyiapkan kemerdekaan
Hindia Belanda yang akan tetap berada dalam kesatuan dengan
Kerajaan Belanda sebagaimana negeri persemakmuran.
Di Volksraad, petisi itu dikuatkan beberapa anggota yang lain.
Di antaranya Sam Ratulangi, perwakilan Kristen dari Persatuan
Minahasa; I. J. Kasimo dari Perkumpulan Politik Katolik; Datuk
Tumenggung, aristokrat Minangkabau dan sekretaris PPBB; serta Ko
Kwat Tiong dan Alatas dari fraksi minoritas, masing-masing dari
kelompok Tionghoa dan Arab. Berbagai komite di tingkat pusat
maupun daerah melakukan propaganda untuk mendukung gagasan
dalam petisi itu.
Petisi Soetadjo diperdebatkan dalam sidang Volksraad.
Sejumlah fraksi mengemukakan sikap beragam. VC berpendapat
bahwa rakyat Indonesia belum matang dan selamanya tidak akan
matang. Oleh sebab itu, pemerintah kolonial harus tetap berkuasa.
Christelijke Staatkundige Partij (Partai Kristen) mufakat untuk
memberi otonomi sebagai negara kepada Hindia Belanda, tetapi
masih menganggap belum saatnya hal itu dilakukan. Kecuali Kasimo
yang turut menandatangani petisi, Partai Katolik menolak petisi
seraya menekankan kerja sama ekonomi lebih penting daripada
urusan kemerdekaan.
IEV dapat menyokong asalkan diadakan rijksraad, dewan
legislatif untuk seluruh negara bagian Kerajaan Belanda. Politiek
Ekonomisch Bond (PEB) dan fraksi Islam dapat menyetujui petisi.
Sementara fraksi Nasionalis terbelah dalam dua kubu. Mohammad
Noor, Suroso, Sukardjo, dan Wiwoho adalah kelompok yang tidak
menyokong. Mereka menganggap kedudukan sendiri untuk Hindia
Belanda tak patut diperoleh lewat cara meminta-minta sebagai
penafsiran terhadap Petisi Soetardjo. Sedangkan Husni Thamrin,
Kusumo Utojo, Soangkupon, Abdul Rasjid, Oto Iskandardinata,
Bustan, dan Jahja mendukung petisi.