Page 53 - Naskah Gubernur Pertama di Indonesia
P. 53
40 Gubernur Pertama di Indonesia
PENUTUP
Selama masa perang kemerdekaan Indonesia (1945–49), Sumatera
memiliki posisi unik dan tidak terduga. Beberapa bulan setelah
proklamasi kemerdekaan, para pemuda laskar dan ulama modernis
di Aceh yang tergabung dalam PUSA melancarkan revolusi
menumbangkan kekuasaan uleebalang—elite lokal yang selama
bertahun-tahun menjadi wakil pemerintahan Hindia Belanda dalam
menjalankan pemerintahan di Aceh.
Dalam waktu yang tidak terpaut jauh, revolusi sosial menjalar
ke Sumatera Timur. Belanda memang tidak kembali ke Aceh, tetapi
selama masa perang kemerdekaan Indonesia, pesisir timur Sumatera
menjadi medan pertarungan di antara para elite lokal yang
terfragmentasi mendukung negara kesatuan Indonesia di satu pihak,
dan Republik Indonesia Serikat di sisi yang lain. Pada tahun-tahun
yang paling menentukan bagi Republik itu, Teuku Mohammad Hasan
merupakan salah seorang pemain kunci selama perang kemerdekaan
Indonesia di Sumatera, termasuk kedudukannya yang problematis
sebagai elite tradisional setelah revolusi sosial di Aceh dan Sumatera
Timur pada 1946.
Ketika bergabung dalam PPKI, Teuku Mohammad Hasan
menunjukkan kemampuan berdiplomasi dengan tokoh
Muhammadiyah, Ki Bagus Hadikusumo, untuk mencapai kesepakatan
terkait dasar negara yang akan mewadahi kepentingan bersama.
Sikap Mohammad Hasan yang tenang dan mengedepankan dialog,
alih-alih konfrontrasi, membuat proses negosiasi berjalan dengan
baik. Sikap tenang dan mengedepankan dialog juga tampak ketika
Mohammad Hasan harus menengahi friksi yang terjadi di antara
kelompok pemuda dan pihak kesultanan di Sumatera Timur. Ia pada
mulanya membujuk para sultan di Sumatera Timur untuk bersedia
menerima tatanan demokrasi yang ditawarkan oleh pemerintah
Republik. Namun, kudeta pemuda membuat Hasan tidak dapat
berbuat banyak.
Di kampung halamannya sendiri, kedudukan uleebalang juga