Page 88 - 02 BUKU BAHAN MATERI FILM SEJARAH 270118
P. 88

Namun, investasi besar-besaran di Jawa Barat pegunungan dan pesisir
                   tersebut tidak diimbangi dengan kesejahteran rakyatnya. Para tuan tanah dan
                   pemerintah lebih cenderung membela kepentingan pejabat dan aparatnya

                   ketimbang penduduk pribumi. Kepada penduduk pribumi, mereka memberikan
                   upah yang rendah, serta besarnya pajak dan retribusi. Dampaknya, sebagian
                   besar kaum pribumi menjadi antipati terhadap penjajah. Di beberapa tempat
                   timbul gerakan sosial.

                         Dibanding daerah-daerah lain, Jawa Barat adalah wilayah paling
                   strategis dalam kancah peralihan kekuasaan dari Pemerintah Hindia Belanda
                   ke Pemerintah Pendudukan Militer Jepang. Pada awal 1942, Pemerintah Hindia
                   Belanda  kalah  di  berbagai  pertempuran.  Untuk  menggenapkan  pengakuan

                   atas kekalahannya, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda Starkenborg
                   Stachouwer dan Panglima Militer Ter Poorten menandatangani kapitulasi di
                   lapangan terbang Kalijati, Subang, Jawa Barat, pada hariminggu, 8 Maret 1942,
                   pukul 17.15 Waktu Jawa. Isinya menyatakan penyerahan tanpa syarat kepada

                   tentara Jepang.
                         Pemerintah Pendudukan Militer Jepang membagi wilayah bekas
                   jajahan Hindia Belanda menjadi tiga daerah pemerintahan. Pemerintahan
                   Militer Angkatan Darat Keduapuluh Lima meliputi Sumatera yang pusatnya

                   berkedudukan di Bukittinggi, Sumatera Barat. Pemerintahan Militer Angkatan
                   Darat Keenam Belas meliputi Jawa dan Madura yang pusatnya berkedudukan
                   di Jakarta. Pemerintahan Militer Angkatan Laut Armada Selatan Kedua meliputi
                   Pulau Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku, yang berpusat di Makassar.

                         Susunan pemerintahan militer Jepang terdiri dari Gunseireikan (panglima
                   tentara) dengan Saiko Syikikan sebagai pucuk pimpinannya dan Gunseikan
                   (kepala pemerintahan militer). Panglima Tentara Keenam Belas di Pulau Jawa
                   Letnan Jenderal Hitosyi Imamura dan Kepala Staf Mayor Jenderal Seizaburo

                   Okasaki, ditugaskan membentuk pemerintahan militer di Jawa. Koordinator
                   pemerintahan  militer  disebut  Gunseibu yang dibentuk di Bandung, Jawa
                   Barat, Semarang di Jawa Tengah dan Surabaya, Jawa Timur.

                                                                                        87
   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93