Page 49 - Kelas XI_Sejarah Indonesia_KD 3.6
P. 49
49
Mohammad Hatta bersama Abdulmadjid Djojohadiningrat, Nazir Datuk
Pamuntjak, dan Ali Sastroamidjojo
Pada 25 September 1927, Hatta bersama Ali Sastroamidjojo, Nazir
Datuk Pamuntjak, dan Madjid Djojohadiningrat ditangkap oleh penguasa
Belanda atas tuduhan mengikuti partai terlarang yang dikait-kaitkan
dengan Semaun, terlibat pemberontakan di Indonesia yang dilakukan PKI
dari tahun 1926-1927, dan menghasut (opruiing) supaya menentang
Kerajaan Belanda. Moh. Hatta sendiri dihukum tiga tahun penjara. Mereka
semua dipenjara di Rotterdam. Dia juga dituduh akan melarikan diri,
sehingga dia yang sedang memperkenalkan Indonesia ke kota-kota di
Eropa sengaja pulang lebih cepat begitu berita ini tersebar.
Semua tuduhan tersebut, ia tolak dalam pidatonya "Indonesia
Merdeka" (Indonesie Vrij) pada sidang kedua tanggal 22 Maret 1928.
Pidato ini sampai ke Indonesia dengan cara penyelundupan. Ia juga dibela
3 orang pengacara Belanda yang salah satunya berasal dari parlemen.
Yang dari parlemen, bernama J.E.W. Duys. Tokoh ini memang bersimpati
padanya. Setelah ditahan beberapa bulan, mereka berempat dibebaskan
dari tuduhan, karena tuduhan tidak bisa dibuktikan.
Sampai pada tahun 1931, Mohammad Hatta mundur dari
kedudukannya sebagai ketua karena hendak mengikuti ujian sarjana,
sehingga ia berhenti dari PI; namun demikian ia akan tetap membantu PI.
Akibatnya, PI jatuh ke tangan komunis, dan mendapat arahan dari partai
komunis Belanda dan juga dari Moskow. Setelah tahun 1931, PI
mengecam keras kebijakan Hatta dan mengeluarkannya dari organisasi
ini. PI di Belanda mengecam sikap Hatta sebab ia bersama Soedjadi
mengkritik secara terbuka terhadap PI. Perhimpunan menahan sikap
terhadap kedua orang ini.
Pada Desember 1931, para pengikut Hatta segera membuat gerakan
tandingan yang disebut Gerakan Merdeka yang kemudian bernama
Pendidikan Nasional Indonesia yang kelak disebut PNI Baru. Ini mendorong
Hatta dan Syahrir yang pada saat itu sedang bersekolah di Belanda untuk
mengambil langkah konkret untuk mempersiapkan kepemimpinan di sana.
Hatta sendiri merasa perlu untuk menyelesaikan studinya terlebih dahulu.
Oleh karenanya, Syahrir terpaksa pulang dan untuk memimpin PNI. Kalau
Hatta kembali pada 1932, diharapkan Syahrir dapat melanjutkan studinya.
Sekembalinya ia dari Belanda, ia ditawarkan masuk kalangan Sosialis
Merdeka (Onafhankelijke Socialistische Partij, OSP) untuk menjadi anggota
parlemen Belanda, dan menjadi perdebatan hangat di Indonesia pada saat
itu. Pihak OSP mengiriminya telegram pada 6 Desember 1932, yang berisi
kesediaannya menerima pencalonan anggota Parlemen. Ini dikarenakan ia
berpendapat bahwa ia tidak setuju orang Indonesia menjadi anggota
dalam parlemen Belanda. Sebenarnya dia menolak masuk, dengan alasan
ia perlu berada dan berjuang di Indonesia. Namun, pemberitaan di