Page 50 - Kelas XI_Sejarah Indonesia_KD 3.6
P. 50

50



                       Indonesia   mengatakan   bahwa   Hatta   menerima   kedudukan   tersebut,
                       sehingga  Soekarno  menuduhnya   tidak   konsisten   dalam   menjalankan
                       sistem non-kooperatif.
                            Setelah Hatta kembali dari Belanda, Syahrir tidak bisa ke Belanda
                       karena keduanya keburu ditangkap Belanda pada  25 Februari  1934  dan

                       dibuang ke Digul, dan selanjutnya ke Banda Neira. Baik di Digul maupun
                       Banda Neira, ia banyak menulis di koran-koran Jakarta, dan ada juga untuk
                       majalah-majalah di Medan. Artikelnya tidak terlalu politis, namun bersifat
                       lebih  menganalisis  dan  mendidik  pembaca.  Ia   juga  banyak   membahas
                       pertarungan kekuasaan di Pasifik.
                            Semasa diasingkan ke  Digul, ia membawa semua buku-bukunya ke
                       tempat pengasingannya. Di sana, ia mengatur waktunya sehari-hari. Pada
                       saat   hendak   membaca,   ia   tak   mau   diganggu.   Sehingga,   beberapa

                       kawannya   menganggap   dia   sombong. Ia   juga   merupakan   sosok   yang
                       peduli   terhadap   tahanan.   Ia   menolak   bekerja   sama   dengan   penguasa
                       setempat, misalnya memberantas malaria. Apabila ia mau bekerja sama,
                       ia diberi gaji f 7.50 sebulan. Namun, kalau tidak, ia hanya diberi gaji f 2.50
                       saja. Gajinya   itu   tidak   ia   habiskan   sendiri.   Ia   juga   peduli   terhadap

                       kawannya yang kekurangan.

                            Di Digul, selain bercocok tanam, ia juga membuat kursus kepada para
                       tahanan. Di antara tahanan tersebut, ada beberapa orang yang ibadah
                       shalat dan puasanya teratur; baik dari Minangkabau maupun Banten. Tapi,
                       mereka   ditangkap   karena   -pada   umumnya-   terlibat   pemberontakan

                       komunis. Pada masa itu, ia menulis surat untuk iparnya untuk dikirimi alat-
                       alat   pertukangan   seperti  paku  dan   gergaji.   Selain   itu,   dia   juga
                       menceritakan nasib orang-orang buangan dalam surat itu. Kemudian, ipar
                       Hatta mengirim surat itu ke koran  Pemandangan  di Jakarta dan segera
                       surat itu dimuat. Surat itu dibaca menteri jajahan pada saat itu, Colijn.
                       Colijn mengecam pemerintah dan segera mengirim residen Ambon untuk
                       menemui Hatta di Digul. Maka uang diberikan untuknya, Hatta menolak
                       dan ia juga meminta supaya kalau mau ditambah, diberikan juga kepada
                       pemimpin lain yang hidup dalam pembuangan.
                            Pada 1937, ia menerima  telegram  yang mengatakan dia dipindah
                       dari   Digul   ke  Banda   Neira. Hatta   pindah   bersama   Syahrir   pada   bulan

                       Februari pada tahun itu, dan mereka menyewa sebuah rumah yang cukup
                       besar.   Di   situ,   ada   beberapa   kamar   dan   ruangan   yang   cukup   besar.
                       Adapun ruangan besar itu digunakannya untuk menyimpan bukunya dan
                       tempat bekerjanya.
                            Sewaktu di Banda Neira, ia bercocok tanam dan menulis di koran "Sin
                       Tit Po" (dipimpin Liem Koen Hian; bulanan ini berhenti pada 1938) dengan
                       honorarium f 75 dalam Bahasa Belanda. Kemudian, ia menulis di Nationale
                       Commantaren (Komentar Nasional; dipimpin Sam Ratulangi) dan juga, ia
                       menulis   di   koran  Pemandangan  dengan   honorarium   f   50   sebulan   per

                       satu/dua   tulisan. Hatta   juga   pernah   menerima   tawaran  Kiai   Haji   Mas
                       Mansur untuk ke Makassar, dia menolak dengan alasan kalaupun dirinya
                       ke Makassara dia masih berstatus tahanan juga. Waktu itu, sudah ada

                       Cipto   Mangunkusumo  dan  Iwa   Kusumasumantri.   Mereka   semua   sudah
                       saling mengenal.
                            Selain itu, di Banda Neira, Hatta juga mengajar kepada beberapa
                       orang pemuda. Anak dr. Cipto belajar tata-buku dan  sejarah. Ada juga
                       anak asli daerah Banda Neira yang belajar kepada Hatta. Ada seorang
                       kenalan   Hatta   dari  Sumatra   Barat  yang   mengirimkan   dua   orang
                       kemenakannya untuk belajar  ekonomi  dan juga sejarah. Selain itu, dari
   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55