Page 55 - Kelas XI_Sejarah Indonesia_KD 3.6
P. 55
55
Mereka yang sibuk pada masa Revolusi berkumpul kembali tahun
1979 ketika Richard C. Kirby, yang dulu mewakili Australia dalam Komite
Jasa Baik PBB untuk Indonesia (KTN), berkunjung ke Jakarta. Dari kanan :
Ali Budiardjo (pembantu politik Hamengkubuwono IX menjelang RIS),
Mohammad Hatta, Richard C. Kirby, Mohammad Roem, Sri Sultan
Hamengkubuwono IX, Subadio Sastrosatomo, Mohammad Natsir, Tamzil,
dan Thomas K. Critchley yang menggantikan Kirby dalam Komite PBB.
Tahun 1963 Bung Hatta pertama kali mengalami jatuh sakit dan
mendapatkan perawatan di Stockholm, Swedia atas perintah Soekarno,
dengan biaya negara, karena perlengkapan medis di sana lebih lengkap.
Pada 31 Januari 1970, melalui Keppres No. 12/1970 telah dibentuk
Komisi Empat yang bertugas mengusut masalah korupsi. Untuk keperluan
itu Dr. Moh. Hatta (mantan Wakil Presiden RI) telah diangkat menjadi
Penasehat Presiden dalam masalah pemberantasan Korupsi. Komisi Empat
ini diketuai oleh Wilopo, SH, dengan anggota-anggota: IJ Kasimo, Prof. Dr.
Yohanes, H. Anwar Tjokroaminoto, dengan sekretaris Kepala
Bakin/Sekretaris Kopkamtib, Mayjen. Sutopo Juwono. Dr. Moh. Hatta juga
ditunjuk sebagai Penasehat Komisi Empat tersebut. Tetapi secara
kontroversial, Presiden Suharto membubarkan komisi tersebut dan hanya
memberikan izin untuk mengusut tuntas 2 kasus korupsi saja.
Hatta dipercaya oleh Presiden Soeharto untuk menjadi Anggota
Dewan Penasehat Presiden. Pada 15 Agustus 1972, Bung Hatta mendapat
anugerah Bintang Republik Indonesia Kelas I dari Pemerintah Republik
Indonesia. Kemudian, pada tahun yang sama Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta mengangkat dia sebagai warga utama Ibukota Jakarta dengan
segala fasilitasnya, seperti perbaikan besarnya pensiun dan penetapan
rumah dia menjadi salah satu gedung yang bersejarah di Jakarta.
Kemudian, pada tahun 1975, Bung Hatta menjadi anggota Panitia
Lima bersama Prof Mr. Soebardjo, Prof Mr. Sunario, A.A. Maramis, dan Prof
Mr. Pringgodigdo untuk memberi pengertian mengenai Pancasila sesuai
dengan alam pikiran dan semangat lahir dan batin para penyusun UUD
1945 dengan Pancasilanya. Ternyata, Bung Hatta resmi menjadi Ketua
Panitia Lima. Tak hanya itu, Bung Hatta kembali mendapatkan gelar doctor
honouris causa sebagai tokoh proklamator dari Universitas Indonesia yang
seharusnya diberikan pada tahun 1951. Pemberian gelar tersebut
dilakukan di Jakarta pada 30 Juli 1975 dan diberikan secara langsung oleh
Rektor Mahar Mardjono.
Pada Tahun 1978 bersama dengan Jenderal Abdul Haris Nasution,
Bung Hatta mendirikan Yayasan Lembaga Kesadaran Berkonstitusi yang
bertujuan mengkritik penggunaan Pancasila dan UUD 1945 untuk
kepentingan rezim otoriter Suharto.
Dan pada tahun 1979, dimana tahun tersebut merupakan tahun ke-5
Bung Hatta masuk ke rumah sakit. Kesehatan Bung Hatta semakin
menurun. Walaupun begitu, semangatnya tetap saja tinggi. Ia masih
mengikuti perkembangan politik dunia.
Hatta wafat pada tanggal 14 Maret 1980 pada pukul 18.56 di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta setelah sebelas hari ia dirawat di sana.
Selama hidupnya, Bung Hatta telah dirawat di rumah sakit sebanyak 6 kali
pada tahun 1963, 1967, 1971, 1976, 1979, dan terakhir pada 3 Maret
1980. Keesokan harinya, dia disemayamkan di kediamannya Jalan
Diponegoro 57, Jakarta dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir, Jakarta
disambut dengan upacara kenegaraan yang dipimpin secara langsung