Page 58 - Kelas XI_Sejarah Indonesia_KD 3.6
P. 58
58
Syahrir lahir dari pasangan Mohammad Rasad gelar Maharaja Soetan
bin Soetan Leman gelar Soetan Palindih dan Puti Siti Rabiah yang berasal
dari Koto Gadang, Agam, Sumatra Barat Ayahnya menjabat sebagai
penasehat sultan Deli dan kepala jaksa (landraad) di Medan. Syahrir
bersaudara seayah dengan Rohana Kudus, aktivis serta wartawan wanita
yang terkemuka.
Syahrir mengenyam sekolah dasar (ELS) dan sekolah menengah
(MULO) terbaik di Medan. Hal ini mengantarkannya kepada berbagai buku-
buku asing dan ratusan novel Belanda. Malamnya dia mengamen di Hotel
De Boer (kini Hotel Natour Dharma Deli), hotel khusus untuk tamu-tamu
Eropa.
Pada 1926, ia selesai dari MULO, masuk sekolah lanjutan atas (AMS)
di Bandung, sekolah termahal di Hindia Belanda saat itu. Di sekolah itu, dia
bergabung dalam Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia (Batovis) sebagai
sutradara, penulis skenario, dan juga aktor. Hasil mentas itu dia gunakan
untuk membiayai sekolah yang ia dirikan, Tjahja Volksuniversiteit, Cahaya
Universitas Rakyat.
Di kalangan siswa sekolah menengah (AMS) Bandung, Syahrir
menjadi seorang bintang. Syahrir bukanlah tipe siswa yang hanya
menyibukkan diri dengan buku-buku pelajaran dan pekerjaan rumah. Ia
aktif dalam klub debat di sekolahnya. Syahrir juga berkecimpung dalam
aksi pendidikan melek huruf secara gratis bagi anak-anak dari keluarga
tak mampu dalam Tjahja Volksuniversiteit.
Aksi sosial Syahrir kemudian menjurus jadi politis. Ketika para
pemuda masih terikat dalam perhimpunan-perhimpunan kedaerahan,
pada tanggal 20 Februari 1927, Syahrir termasuk dalam sepuluh orang
penggagas pendirian himpunan pemuda nasionalis, Jong Indonesië.
Perhimpunan itu kemudian berubah nama jadi Pemuda Indonesia yang
menjadi motor penyelenggaraan Kongres Pemuda Indonesia. Kongres
monumental yang mencetuskan Sumpah Pemuda pada 1928.
Sebagai siswa sekolah menengah, Syahrir sudah dikenal oleh polisi
Bandung sebagai pemimpin redaksi majalah himpunan pemuda nasionalis.
Dalam kenangan seorang temannya di AMS, Syahrir kerap lari digebah
polisi karena membandel membaca koran yang memuat berita
pemberontakan PKI 1926; koran yang ditempel pada papan dan selalu
dijaga polisi agar tak dibaca para pelajar sekolah.
Syahrir melanjutkan pendidikan ke negeri Belanda di Fakultas Hukum,
Universitas Amsterdam. Di sana, Syahrir mendalami sosialisme. Secara